Jumat, 25 Maret 2016

ayam kampus



Malam itu seusai rapat organisasi,
aku segera menstart motorku untuk pulang.
Rasanya pengin sekali segera sampai di rumah, makan, lalu tidur.
Tetapi baru saja sampai di gerbang depan kampus seseorang menyapaku, dan ketika aku toleh arah suara itu ternyata Rini, anak fakultas ekonomi. Ngapain anak ini sendirian di gerbang?

"Belum pulang, Rin?"
"Belum Den, habis nungguin bis lewat, lama amat." Jawabnya sambil berkedip-kedip genit.
"Bis lewat ditungguin, gue antar deh?"
"Bener situ mau nganterin?"
"Yah, pokoknya nggak gratis. Situ tau sendiri deh." Ujarku menggoda.
"Ah, bisa aja."

Rini mencubit kecil pinggangku lalu segera naik ke boncengan. Tangannya melingkat erat di pinggangku, lalu melajulah motor di ramainya jalanan. Lama-kelamaan si Rini malah menempelkan dadanya di punggungku. Tau nggak, rasanya benar-benar empuk dan hangat. Wuih, terasa bener kalau dia nggak pake beha. Sebagai laki-laki normal, wajar dong kalo batang penisku tiba-tiba menegang.

"Den, gimana kalo kita mampir ke taman kota? Aku dengar ada dangdutan di sana." Bisik Rini dekat di telinga kiriku.
"Seleramu dangdut juga ya?"

Rini kembali mencubit pinggangku, tapi kemudian mengelus-elus dadaku. Tengkukku mulai merinding. Ada maunya nih anak, pikirku waktu itu. Mungkin aku sedang dihadapkan salah satu ayam kampus, nih. OK, siapa takut!

Aku segera membelokkan sepeda motor ke taman kota. Lalu mencari tempat yang agak remang tapi cukup strategis untuk menikmati isi panggung yang terletak di tengah taman kota itu. Panggung yang kira-kira berukuran 6x6 meter itu tampak meriah dikelilingi ratusan pengunjung. Irama dangdut menggema memekakkan telinga.

"Den, sini dong? Sini, duduk sama aku."
Aku duduk di belakang Rini yang masih duduk di boncengan motorku. Gadis itu nampaknya asyik benar mengikuti irama dangdut. Sedang aku lebih tertarik memelototi tubuh penyanyinya dibanding suaranya yang menurutku biasa saja.

Beberapa orang penyayi bergoyang hot membangkitkan gelora birahi para pria yang memandangnya, termasuk aku. Pandanganku beralih kepada Rini. Sayang aku hanya bisa memandang ubun-ubunnya saja. Aroma wangi menebar dari rambutnya yang bisa dibilang bagus, aroma yang eksotik. Kalau saja ada kesempatan, desahku.

"Den, kok diam saja? Belum pernah lihat orang goyang ya?"
"Bukannya gitu, cuman gila aja mandang tuh cewek. Berani bener joget kayak gitu,"
"Ah, segitu saja. Coba kemarikan tanganmu!"

Aku mengulurkan tangan kananku. Astaga, gadis itu memasukkan tanganku di balik bajunya sehinga tanganku benar-benar bisa merasakan kegemukan dadanya. Keringat dinginku tiba-tiba merembes, dadaku bergemuruh.

"Rin, apa-apaan kamu ini?" Ujarku lirih tanpa menarik kembali tanganku.
"Kamu nggak suka ya?" Tanya Rini kalem.
"Engh.. Bukannya begitu..anu" Jawabku tergagap.
"Aku tau kamu suka. Aku juga suka Den, jadi nggak ada masalah kan?" Kata Rini menoleh ke padaku.
"I..iya sih."

Yah, begitulah. Akhirnya aku punya kesempatan. Tanganku membelai-belai dada Rini dengan bebasnya. Mempermainkan putingnya dengan gemas, kupelintir kesana kemari. Gadis itu bukannya kesakitan, tapi malah mendesah-desah kegirangan. Aku sendiri sudah nggak tahu berapa kali menelan ludah. Rasanya ingin memelintir puting itu dengan mulutku. Rupanya tangan kiriku mulai iri, lalu segera menyusul tangan kananku menerobos masuk di balik baju Rini. Meremas-remas kedua bukit yang tak terlihat itu.

"Den, Deni.. tangan-tanganmu benar-benar nakal. Hoh.. aduh.. geli Den," Desah Rini menjambak rambutku yang cukup gondrong.
"Rin, aku suka sekali.. bagaimana kalau kita.."
"Uhg.. heeh, iya.. aku mau."

Aku segera menghentikan kegiatanku mengobok-obok isi baju Rini. Lalu kami segera menuju sebuah hotel yang tak jauh dari taman kota. Tiada kami peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangi kami dengan sejuta pikiran. Masa bodoh, yang penting aku segera bisa mengencani Rini.**

Segera aku bayar uang muka sewa kamar, lalu kami melenggang ke kamar 51. Rini yang sedari tadi memeluk tubuhku kini tergeletak di atas springbed. Matanya yang sayu bagai meminta, tangannya melambai-lambai. Aku langsung saja membuka kancing bajuku hingga bertelanjang dada.

"Den.. sudah lama aku inginkan kamu,"
"Oya? Kenapa tak bilang dari dulu?" Ujarku sambil melepas kancing baju Rini.

Benarlah kini tampak, dua bukit kenyal menempel di dadanya. Tangan Rini membelai-belai perutku. Rasanya geli dan uh.. lagi-lagi aku merinding. Kutekan-tekan kedua putingnya, bibir gadis itu mengulum basah. Matanya yang semakin memejam membuat birahiku semakin terkumpul menyesakkan dada.

"Den.. ayo.. kamu tak ingin mengulumnya? Ayo masukkan ke mulutmu."
"Heh.. iya, pasti!"

Aku segera mengangkangi Rini lalu berjongkok diatasnya, lalu menunduk mendekati dadanya. Kemudian segera memasukkan bukit kenyal itu ke dalam mulutku. Aku hisap putingnya perlahan, tapi semakin aku hisap rasanya aku pingin lebih sehingga semakin lama aku menghisapnya kuat-kuat. Seperti dalam haus yang sangat. Ingin rasanya aku mengeluarkan isi payudara Rini, aku tekan dan remas-remas bukit gemuk itu penuh nafsu. Rini merintih-rintih kesakitan.

"Den.. hati-hati dong, sakit tahu! Perlahan.. perlahan saja Ok? Heh.. Yah, gitu.. eeh hooh.."

Busyet, baru menghisap payudara kiri Rini saja spermaku sudah muncrat. Batang penisku terasa berdenyut-denyut sedikit panas. Rini bergelinjangan memegangi jeans yang aku pakai, seakan ingin aku segera melorotnya. Tapi aku belum puas mengemut payudara Rini. Aku pingin menggilir payudara kanannya. Tapi ketika pandanganku mengarah pada bukit kanan Rini, wuih! Bengkak sebesar buah semangka. Putingnya nampak merah menegang, aku masih ingin memandanginya. Tapi Rini ingin bagian yang adil untuk kedua propertinya itu.

"Ayo Den, yang adil dong.." Katanya sambil menyuguhkan payudara kanannya dengan kedua tangannya.

Aku memegangi payudara kanan Rini, mengelusnya perlahan membuat Rini tersenyum-senyum geli. Ia mendesah-desah ketika aku pelintir putingnya ke kanan dan ke kiri. Lalu segera mencomot putingnya yang tersipu dengan mulutku. Puting itu tersendal-sendal oleh lidahku.
"Deni.. dahsyat banget, uaohh.. enak.. ayo Den.. teruss.."

Rini menceracau tak karuan, tangannya menjambak-jambak rambut gondrongku. Kakinya bergelinjang-gelinjang kesana kemari. Binal juga gadis ini, pikirku. Aku berpindah menyamping, menghindari sepakan kaki Rini. Jangan sampai penisku terkena sepakan kakinya, bisa kalah aku nanti. Justru dengan menyamping itulah Rini semakin bebas. Bebas membuka resleting jeans yang dipakainya. Tapi dasar binal! Gerakannya yang tak karuan membuat kami berguling jatuh di lantai kamar. Dan payudara kanannya lolos dari kulumanku.

"Gimana sih, Rin? Jangan banyak gerak dong!" Ujarku sedikit kesal.
"Habis kamu ganas banget sih.." Hiburnya dengan tatapan menggoda.

Untuk mengobati kekesalan hatiku Rini segera membuka semua pakaiannya tanpa kecuali. Jelaslah sudah tubuh mungil Rini yang mempesona. Air liurku segera terbit, inginnya mengganyang tubuh mungil itu.

Tubuhnya yang meliuk-liuk semampai, dua payudaranya yang nampak ranum bengkak sebesar buah semangka, perutnya yang langsing bagai berstagen tiap hari, ahh.. Lalu, bagian kewanitaannya! Uhh, pussy itu cukup besar dengan bulu-bulu basah yang menghiasinya. Pahanya yang sekal membuatku ingin mengelusnya, dan betisnya yang mulus nan langsat.. ehmm.. Maka dengan tergesa-gesa aku melucuti pakaianku, tanpa terkecuali!

"Wah! Pistolmu besar Den!" Kata Rini yang segera berjongkok dan meremas gemas batang penisku yang sudah sangat tegang.
"Auh.. jangan begitu, geli kan?" Jawabku menepis tangannya.
"Jangan malu-malu, pistol sebesar ini, pasti ampuh."

Rini terus saja membelai-belai batang penisku yang ukurannya bisa dibilang mantap. Semakin lama batang penisku semakin menegang, rasanya mau meledak saja. Tubuhku bagai tersiram air hangat yang kemudian mengalir di setiap sendi darahku.

"Engh, auh.." Aku berdehem-dehem asyik saat Rini asyik memainkan jemari tangannya pada batang penisku.

Telunjuk dan ibu jarinya membentuk lingkaran yang kemudian digerak-gerakkan keluar masuk batang penisku. Layaknya penisku bermain hula hop. Spermaku mencoba meyeruak keluar, tapi aku tahan dengan sekuat tenaga. Aku remas-remas rambut panjang Rini.

Tapi kemudian Rini yang semakin gemas segera memasukkan batang keperkasaanku itu ke dalam liang mulutnya. Lalu dia mengemutnya bagai mengemut es lilin.

"Ehg.. ehmm.. "
Terdengar suara desisan Rini bagai sangat menikmati batang penisku, begitupun aku. Bagaimana tidak, bibir tebal Rini segera melumat kulit penisku, lalu lidah Rini menjilat-jilat ujungnya. Nafasku serasa putus, keringatku merembes dari segala arah. Sedang Rini bagai kesetanan, terus saja menciptakan sejuta keindahan yang siap diledakkan.

Crot.. crot.. Tak ada yang bisa menahannya lagi. Spermaku keluar menyembur ke liang mulut Rini. Gadis itu nampak sedikit tersedak, beberapa sperma muncrat keluar mulutnya dan kemudian membasahi pangkal penisku.

"Ehmm.. ehmm.. keluarkan teruss.. ehmm," Ujar Rini dengan mulut yang penuh dengan cairan spermaku.
Srup, srup, ia meminumnya dengan semangat sambil tangannya menggelayut di pahaku. Ujung penisku dikenyot-kenyot membuat geloraku makin berdenyut-denyut.

Karena tak tahan maka tak ayal lagi aku segera menubruknya. Menindih tubuh mungilnya lalu melahap bibir nakalnya. Lidah kami bergelut di dalam, menggigit-gigit gemas dan penuh nafsu. Tak peduli Rini merintih-rintih. Entah karena aku terlalu rakus mengganyang bibirnya, atau berat menahan tindihanku. Yang pasti rintihan Rini terdengar sangat merdu di telingaku.

Maka setelah puas mencumbui bibirnya aku segera beralih kepada pussy-nya. Benda keramat itu entah sudah berapa kali kebobolan, aku tak peduli. Kali ini ganti kau yang kukerjain, pikirku.

Langsung saja aku lebarkan paha Rini sehingga jelas pussy berumput yang sangat basah itu. Jemariku memainkan daging gemuk itu. menyusuri perbukitan yang berlorong. Lalu memelintir klitorisnya ke kanan dan ke kiri. Surr.. menyembur lagi cairan kewanitaan Rini. Bening menetes diantara jemariku.

"Den.. tunggu apa.. ayo dong.."
"Aku datang sayang."

Wajahku segera mendekat ke pussy Rini. Lalu tanganku sedikit membuka si pussy sehingga aku bisa menikmati goa kenikmatan itudengan mataku walau hanya sebentar. Srup, srup, aku jilati pussy basah itu. Lidahku sengaja mencari-cari lubang yang mungkin bisa kutembus. Lidahku semakin ke dalam. Mempermainkan klitorisnya yang kenyal. Tanganku pun menyempurnakan segalanya. Bermain-main di payudara Rini yang semakin tegang, mengeras. Sayup-sayup terdengar suara erangan Rini. Aku harap gadis itu juga menikmatinya.

"Ayouhh Den, masukk, aku tak tahan lagi.."
Suara gadis itu terdengar lemah, mungkin sudah keletihan. Aku pun sudah cukup puas beranal ria. So, tunggu apa lagi?? Aku meminta Rini untuk menungging. Gadis itu menurut dengan wajah letih namun penuh semangat. Kemudian aku segera memasukkan penisku ke lubang kawinnya. Mudah. Sekali hentakan sudah masuk. Lalu kucabut dan kumasukkan berkali-kali. Lalu kubiarkan terbenam di dalam beberapa menit.

"Eghh.." Rini menahan rasa nikmat yang kemudian tercipta.
Tubuhnya sedikit mengejang tapi kemudian bergoyang-goyang mengikuti gerakan penisku. Aku segera mengocok penisku dengan kekuatan penuh. Dan kemudian.. kembali spermaku muncrat keluar memenuhi lubang kawin Rini.

Beberapa saat kami saling menikmati kenikmatan itu. darahku seakan berhenti mengalir seperti ada hawa panas yang menggantikan aliran darahku. Seluruh persendian terasa tegang, tapi kemudian seperti ada rasa kepuasan yang tak bisa terucapkan.

Hingga kemudian aku mencabut kembali batang penisku dari pussy Rini. Gadis itu kembali terlentang di lantai kamar hotel. Sedang aku segera menghempaskan tubuhku di atas kasur. Dinginnya lantai kamar yang menyentuh jemari kakiku tak bisa mengalahkan panasnya suasana kamar itu. Bau keringat kami berbaur.

Namun tiba-tiba batang penisku yang sudah mulai mengendur tersentuh kulit halus wanita. Ketika aku mendongakkan wajah ternyata Rini yang telah duduk di depan kakiku sambil mengelus-elus batang penisku.

"Den, kamu hebat banget. Aku benar-benar puas."
"Ehng.. kamu juga. Sekarang kamu mau minta apa??"

Gadis itu masih diam sambil terus mempermainkan batang penisku. Gawat, bisa-bisa bangun lagi batang penisku. Bisa perang lagi nih, dobel dong tarifnya.

"Kamu minta apa? HP? Duit?"
"Aku minta.. minta lagi deh," Kata Rini yang kemudian kembali mengenyot batang penisku.
"Waduh, bisa-bisa lembur nih!", pikirku.

*****

Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, maupun kisah itu hanya kebetulan saja. Tapi kalau mau tiru-tiru, mendingan jangan! Penulis hanya mau menerima komentar yang sopan.

E N D

«LARA:

terimakasih



Suasana malam minggu ramai.
memang banyaknya orang yang hadir membuat Rony pemuda yang memang sedang berjojing ria membuatnya gerah.
pengunjung bar banyak yang membawa pasangan,
Rony tidak sendiri dia datang dengan Igor yang tengah asyik berjojing dengan seorang wanita yang juga pengunjung diskotik Shinta.

"Hai, boleh aku duduk?!" suara wanita menyapa.

Rony menoleh tersentak dari perhatiannya pada Igor.

"Please..?" balasnya mempersilahkan wanita itu duduk disebelahnya.
"Sendiri?" sapa wanita itu yang memang agak teler mungkin karena terlalu banyak menenggak minuman keras.
"Akh nggak? bareng temanku, tuh" tunjuk Rony pada Igor yang saat itu sedang mendekatinya.
"Hai Ron.. Kenalin dong" sergah Igor.
"Boleh juga boncegan lo.." bisik Igor pada Rony.
"Gila lo.. gue aja belum kenal"
"Ron..?! Kenalin Vira.."
"Vira.." kata wanita itu sambil mejulurkan tangannya.
"Rony..?!" balas Rony.
"Ron sorry nich aku bakal jalan duluan sama Vira, disini terlalu ramai"
"Terus gue gimana?" Tanya Rony.
"Lo disini aja dulu?! Motor gue yang bawa, mana kontaknya?"
"Dasar gila lo, nich?!" Maki Rony.

Kini hanya tinggal Rony dengan wanita itu didalam diskotik Shinta yang malah tambah ramai ketika hari menjelang tengah malam.

"Ron.?!"
Rony menoleh,"Ya..?"
"Boleh aku minta tolong anterin pulang?" Pinta wanita itu pada Rony sambil menyerahkan kunci kontak.

Tanpa menjawab dipapahnya wanita itu pergi meninggalkan ruangan diskotik Shinta. Mobil yang dikendarai Rony menuju kawasan perumahan Lippo yang memang telah ditunjuk wanita itu.

"Nich cewek kayaknya Tante-Tante?" Bathin Rony setelah memperhatikan wajah wanita itu yang kelihatan mencerminkan usianya kira-kira 35-an. Sepanjang perjalanan Rony memperhatikan wanita yang tertidur disebelahnya. Pakaiannya yang hanya menutupi sebagian tubuhnya sehingga jelas sekali terlihat buah toketnya yang putih dan gede terus ke bagian bawah yang hanya memakai rok span sehingga jelas terlihat sangat mulus dan sangat seksi. Tiba tiba pikiran joroknya mulai merambah ditambah lagi jalan tol menuju Lippo sepi dan gelap. Tangan Rony mulai meraba paha, disingkapnya rok mini merah itu kini terlihat jelas CD wanita itu.

"Gila merah juga?" Ucapnya lirih takut tuh Tante bangun.

Kini tangan jahilnya mulai ke atas menuju bukit kembar yang nongol gede.

"Busyet mantep banget nich?" Remasan kecil tidak membuat Tante ini bangun pikirnya.
"Sial lagi asyik sudah sampai?!" Gerutu Rony sambil melepas remasan kecil pada payudara Tante itu terlihat pintu tol 500 meter lagi. Mungkin karena cahaya lampu pintu tol sang Tante terlihat bangun sambil membersihkan matanya.
"Dimana ini?"
"Mau masuk perumahan Tan?" Jawab Rony.
"Belok kiri no.13" tunjuk Tante itu rumahnya.
"Ok" Rony mengiyakan.

Rumah kawasan Lippo memang terkenal mewah gerbang rumah berwarna biru itu terbuka setelah dari dalam mobil Tante itu memencet remot pagar begitu juga pintu garasi, mobil lancer langsung meluncur masuk ke dalam garasi.

"Mari Tan.." bermaksud memapah Tante itu.
"Ah nggak usah pusingnya agak mendingan kok" tolak Tante itu halus.
"Ayo masuk" ajaknya sambil menuju pintu rumah didalam garasi.

Jalannya yang anggun membuat Rony menelan air ludah. Pantat gede Tante itu goyang kanan kiri mengikuti irama kakinya yang panjang dan mulus.

"Silahkan duduk..?!" mempersilahkan Rony duduk.
"Tanks Tante?" balas Rony.
"Oh ya siapa namamu tadi?" tanya Tante itu sambil pergi ke arah ruangan lain.
"Rony" balas Rony sedikit berteriak agar terdengar.

Tante Susi membawakan dua gelas bir sambil duduk disebelah Rony rapat sekali membuat Rony agak keki.

"Silahkan minum?" sambil menyerahkan segelas bir kaleng.
"Tanks Tan.."

Ditenggaknya bir itu bukannya haus tapi menahan gejolak birahi melihat paha putih mulus dan buah dada yang menantang.

"Santai aja? Haus ya?"
"Lumayan?!" balas Rony memerah.
"Oh ya.. Panggil aku Susi" Tante Susi memperkenalkan namanya.
"Tante Susi tinggal sendiri?" Mencoba Rony untuk ngobrol.
"Jangan panggil Tante Susi donk, Tante aja, apa Susi aja"
"Tante dech.." Rony memastikan.
"Sudah tua ya?" balas Tante Susi.
"Tapi Tante kelihatan masih cantik.." sambil matanya terus memeperhatikan buah dada tante Susi yang menggantung indah.
"Makasih" tersipu Tante Susi dipuji seperti itu.
"Oh ya Tante tinggal dengan siapa?" Tanya Rony penasaran.
"Aku tinggal ama suamiku, dia lagi berlayar 2 bulan sekali dia pulang sudah 2 minggu dia berangkat berlayar.." jelas Tante Susi.
"Oh begitu ya..?" berarti dia kesepian nich bathin Rony.
"Kamu sudah punya pacar?" Tante Susi bertanya sambil menarik tangan Rony ke atas pahanya yang putih itu.
"Belum Tan..?!" jawab Rony menarik tangannya mencoba malu-malu kucing.
"Kenapa? kok malu?! Apa aku harus tidur lagi biar kamu enggak malu dan leluasa mengelus-elusku"
"Maksud Tante?" bertanya heran Rony.
"Aku tahu yang kamu lakukan sepanjang perjalanan tadi, aku diam karena kupikir kamu kan sudah tolongin aku boleh donk sebagai tanda terimakasih"
"Jadi ni Tante juga keenakan toh, sial deg-deg an juga gue, gue kira dia tahu bakal marah eh malah seneng, aman sekarang dong, asyiik?" Bathin Rony.

Sekarang Rony bebas melakukan gerakannya karena sudah tahu Tante Susi senang diperlakukan seperti itu. Tangan Rony mulai meraba paha Tante Susi.

"Kulit Tante halus sekali..?!" bisik Rony ke telinga Tante Susi disertai jilatan halus membuat Tante Susi menggelinjang geli.
"Oh ya? Terusin dong ke atas Ron..?" pinta Tante Susi manja.

Tangan Rony masuk ke dalam celana dalam Tante Susi.

"Okh kamu ahli sekali Ron?" tangan Tante Susi mulai menjalar ke arah celana Rony dan mulai menelanjangi Rony dengan ganas.
"Tenang Tan?"
"Tanganmu itu yang membuat aku engga' tahan okh.. Okh" kembali Tante Susi mengerang kenikmatan.

Kini Rony sudah telanjang di pegangnya peler millik Rony yang lumayan besar.

"Gede juga punyamu" ucap Tante Susi sambil mulai mengulum peler Rony Rony hanya bisa mendesah kenikmatan ketika pelernya amblas ke dalam mulut Tante Susi.
"Okh Tante okh.. Okh" sambil meremas rambut Tante Susi.
"Telanjangi aku Ron" pinta Tante Susi setelah puas mengulum peler Rony.

Rony mulai melakukannya hingga telanjang polos sudah Tante Susi, jelas terlihat bukit berumput hitam lebat dan sepasang payudara yang gede. Rony merebahkan tubuh bugil itu diatas kursi.

"Regangin pahamu Tan" pinta Rony.

Mulai ia menjilati vagina Tante Susi yang merah mungkin karena jarang di pake.

"Oh bulu jembut Tante lebat banget.."
"Tapi ok kan..?"
"Mantep Tan" ujar Rony sambil menyingkap bulu lebat itu dan mulai memainkan lidahnya dibibir vagina Tante Susi.
"Ukh.. Ukh.. Ukh hebat terus jilat terus Ron okh.. Enak.. Enak"

Menggelinjang eggak karuan Tante Susi menahan birahi yang mulai merambah urat-urat pembuluh darahnya. Sementara tangan Rony asyik meremas payudara Tante Susi yang gede.

"Remas Ron remas yang kenceng ukh.. ukh.." sambil matanya merem melek. Terlihat jelas oleh Rony vagina Tante lisa kembang kempis karena kenikmatan.

"Ron masukin donk, masukin Ron.. Ukh"

Sedikit dibungkukkan tubuh roni sambil mulai mengarahkan batang pelernya ke arah vagina Tante Susi yang sudah becek karena jilatan lembut lidah Rony. Perlahan tapi pasti peler Rony mulai merambah masuk ke dalam vagina Tante Susi.

"Okh.." desah Tante Susi keenakan.

Pantat Rony bergerak maju mundur.

"Okh.. Enak Ron okh.." merem melek Tante Susi dibuatnya.
"Okh.. Okh.. Goyang terus" pinta Tante Susi masih keenakan.

Rony pun merasakan kenikmatan teramat sangat pelernya terasa ada yang menyedot halus dan nikmat ditambah desahan Tante Susi yang sangat merangsang urat syarafnya menegang.

"Okh Tan empuk juga memekmu Tan okh.. Okh" sambil terus pantatnya maju mundur mengoyak vagina Tante Susi yang sudah basah banget.

Mulut Tante Susi yang mendesah seksi itu disambar Rony hingga keduanya saling berciumn liar, tangan Rony pun tidak tinggal diam remasan liar menimpa payudara Tante Susi yang sudah keras. Cukup lama perbuatan cabul diatas sofa itu berlangsung dengan sengit dengan teriakan Tante Susi yang tak tahan akan peler Rony yang beraksi. Hingga..

"Tan.. Pindah ke lantai yu?" ajak Rony.
"Terserah, asal jangan dilepas ya? Habis enak banget sih.."

Peler Rony masih menancap tegang di vagina Tante Susi, diangkatnya tubuh bugil Tante Susi lalu merebahkannya diatas lantai yang berpermadani halus itu. Keringat mengucur deras kenikmatan enggak terbendung gerakan maju mundur Rony yang kadang diselingi putaran pelernya membuat Tante Susi merem melek menahan gairah yang mungkin sangat diharapkannya malam itu.

"Ron gantian ya?" pinta Tante Susi ganti posisi.

Mereka berguling separo sehingga sekarang posisi Tante Susi berada di atas menindih tubuh Rony.

"Ron gimana kalau goyang gini" tawar Tante Susi sambil mengoyang pantatnya yang padat berisi.
"Gila Tan.. Enaak banget terus tan ukh.. Ukh.." sambil tangannya terus meremas payudara yang sekarang lebih menantang karena menggantung indah dan mantap.
"Oh Ron aku sudah tidak kuat Ron.. Okh.. Ron.. Okh.. Ron.. Okh"
"Tahan sebentar Tan.. Aku jagu sudah mau sampai okh.. Okh" erangan Rony menahan goyangan Tante Susi yang semakin liar.
"Okh.. Okh.. Aku keluar.. Okh.. Okh.."

Dengan cepat dicabut memeknya lalu disodorkan ke arah wajah Rony.

"Okh.. Hisap Ron.. Okh" pinta Tante Susi sambil tangannya mengocok kencang peler Rony yang saat itu sedang di ujung banget.

Dengan jilatan ganas dihisapnya vagina Tante Susi beserta cairan yang keluar dari dalam vagina itu Tante Susi terlihat sangat menikmati jilatan itu. Serr.. air mani vagina Tante Susi muncrat ke wajah Rony.

"Okh.. Okh.." erangan Tante Susi sambil terus membenamkan memeknya ke wajah Rony.
"Okh Ron kamu luar biasa" puji Tante Susi atas kehebatan Rony melayaninya.

Rony duduk di sofa kembali sementara pelernya masih menegang tangguh, dengan penuh pengertian Tante Susi mengocok peler Rony yang sudah tegang.

"Okh.. enggak lama Tan.. Okh.."

Crot.. Crot.. Dari peler Rony keluar cairan putih kental yang langsung dengan sigap Tante Susi memasukkan peler Rony ke dalam mulutnya.

"Akh.. Okh.." Rony tersenyum puas begitu juga Tante Susi yang memang malam itu sangat mendambakan memeknya mengeluarkan cairan kenikmatan ditemani lelaki perkasa seperti Rony.

Keduanya lalu beranjak kekamar tidur Tante Susi, setelah Tante Susi mengajak Rony ke kamarnya untuk istirahat sejenak dengan harapan Rony dapat melanjutkan kembali memuaskan nafsu birahinya.

Mampukah Rony..?

*****LARA:

kak ambar



Para pembaca yang budiman,
pengalaman ini adalah kelanjutan dari kisahku sebelumnya yang berjudul 'Perkenalanku dengan Ambar'.
Seperti yang sudah aku ceritakan pada kisah tersebut,
bahwa Ambar tinggal di pinggiran kota Surabaya dengan kakak perempuannya yang juga sudah mempunyai 2 orang anak.
Dan di rumah itu juga masih ada saudara yang lain dari suami Tante Joyce.

Pengalaman sex ku bersama Ambar sebelumnya, membuat aku semakin PD dengan kemampuanku untuk bercinta. Karena setiap aku bercinta dengan seseorang, pasanganku selalu mengalami fantasi sex yang sebelumnya belum pernah mereka dapatkan.

Setelah kejadian malam itu di ruang tamu rumah Ambar, aku merasa peristiwa tersebut memang suatu keberuntungan bagiku karena kejadian tersebut, begitu saja tanpa ada rencana sebelumnya. Bercinta di ruang tamu dengan penerangan yang amat terang, sehingga aku tahu persis setiap centi lekuk tubuh Ambar yang memang masih ketat dan sexy, walaupun sudah punya satu anak.

Jam tanganku menunjukkan pukul 5.30 pagi, karena memang aku berjanji menjemput Ambar untuk sama-sama berangkat ke kantor. Aku sengaja berangkat pagi karena tidak ingin terbebelenggu oleh kemacetan kota metropolis sebesar Surabaya. Kebetulan lokasi kantor Ambar tidak jauh dari lokasi tempat kerjaku, di daerah Basuki Rahmat yang terkenal dengan pusat perkantoran.

Tanpa terasa mobil starletku W 1xx sudah berada tepat di depan rumah Ambar, aku segera bergegas membuka pagar dan masuk ke terasnya.

"Tok.. Tok.. Tok" tanganku mengetuk daun pintu rumah Ambar.

Sesaat kemudian keluarlah seorang wanita setengah baya yang tinggi semampai dengan rambut terurai sepunggung, aroma parfumnya sangat menyengat hidungku. Tinggi semampai dengan ditambah paras wajah yang cukup cantik, membuat wanita setengah baya tersebut kelihatan lebih fresh.

"Cari siapa dik..?" tanya wanita tersebut.
"Mmm.. Anu Tante Ambarnya ada?" tanyaku balik.
"Ada silahkan masuk," kata wanita itu sambil membuka lebar pintunya.

Aku segera mengikuti wanita tersbut masuk didalam ruang tamunya, mataku yang mulai nakal menikmati pinggul wanita itu yang berjalan membelakangiku. Pantatnya yang masih kencang tidak menampakkan jika kakak perempuan Ambar sudah beranak 2.

Aku kembali mengingat kejadian saat bercinta dengan Ambar diruang tamu yang sekarang aku duduki. Memang luar biasa sekali kejadian saat itu, sepertinya ruang tamu di rumah Ambar ini menjadi saksi bisu permainan sex ku bersama Ambar.

Selang beberapa waktu, aku dikejutkan dengan wanita yang tadi menerimaku.

"Dik, si Ambar masih mandi tuh" kata wanita tersebut.
"Tidak apa-apa.. Mbak.." kataku terputus karena memang belum tahu namnya.
"Panggil aja Joyce," wanita itu mengenalkan diri.
"Bb.. Baik Tante Joyce, aku tunggu aja deh," jawabku gugup.
"Kamu Dandy kan?" tanya Tante Joyce.
"Iya Tante, tapi kok Tante tahu nama saya?" tanyaku balik.
"Tahu dong, Tante tahu semua kok," kata Tante Joyce sambil tersenyum.
"Maksud Tante..?" tanyaku agak nervous.
"Tante tahu kok saat kamu anterin pulang Ambar dan.." wanita itu terdiam.
"Dan apa Tante?" tanyaku penasaran.
"Dan hebatnya permainan sex kamu saat bercinta dengan adikku"

Ups! dadaku terasa meledak dan detak jantungku berpacu dengan cepat, aku terasa malu. Tubuhku langsung merasa lemas karena saat itu aku yakin sekali tidak ada seorang pun dirumah, karena memang Ambar sudah bilang tidak ada siapa-siapa. Aku terdiam dan tertunduk malu tidak berani menatap wajah Tante Joyce, dan aku semakin salah tingkah karena tertangkap basah saat bercinta!!

Jam ditanganku terasa lama sekali, padahal aku berharap jam itu berputar secepatnya hingga aku segera meninggalkan ruangan ini.

"Dandy, kenapa kok kamu jadi murung begitu?" tanya Tante Joyce.
"Mm.. Anu.. Nggaak.. Ada.. Apa-apa.. Kok" kataku terbatah-batah.
"Maaf Tante Joyce, atas kejadian malam itu" pintaku meminta maaf.
"Tidak apa-apa kok Dandy, Tante tidak marah kok," kata Tante Joyce.
"Terima kasih Tante.." kataku singkat.
"Cuman.. Tante punya syarat," kata Tante Joyce.
"Apa itu Tante..?" tanyaku penasaran.

Tante Joyce tidak menjawab dan langsung berdiri dari tempat duduknya, sesaat kemudian wanita tersebut sudah menarik pergelangan tanganku. Aku digandeng masuk ke dalam ruangan dapur, saat itu detak jantungku berpacu dengan cepat dan memikirkan apa yang akan diperbuat wanita tersebut. Saat aku masih belum tahu apa yang akan dilakukan Tante Joyce, wanita itu langsung membalikkan badannya. Sehingga wajahku hanya berjarak beberapa centi saja dengan wajah Tante Joyce.

"Tante tidak akan mempermasalahkan kejadian malam itu, asal kamu juga mau memberikan apa yang sudah kamu berikan sama adikku" katanya.
"Maksud Tttaann.. tee..?" kataku gugup.

Tante langsung menyambar bibirku dengan penuh gairah, sesaat aku baru sadar bahwa apa yang diharapkan wanita setengah baya itu adalah BERCINTA! Aku berusaha melepaskan ciuman Tante Joyce.

"Tante.. Nanti ada anak-anak.." kataku menghindar.
"Anak-anak lagi berlibur dirumah neneknya" jelas Tante Joyce.
"Nanti ada Ambar Tante.." kataku berusaha bertahan.
"Jangan khawatir, itu urusan Tante.." kata Tante Joyce.

Belum selesai perkataan tersebut, Tante Joyce kembali menyambar bibirku yang kata kaum hawa sangat sensual.

"Hmm.." suara Tante Joyce melumat bibirku.

Kedua tangan Tante Joyce sudah melingkar di pinggulku, sehingga bongkahan daging kembar didadanya terasa menekan bidang dadaku. Tante Joyce semakin merapatkan pelukannya sehingga aku menerka, wanita tersebut tidak menggunakan bra dibalik dasternya.

Lidah Tante Joyce semakin bernafsu mencari-cari lidahku, hingga aku sempat tersengal saat lidahku dihisap dalam-dalam. Sesekali telapak tangannya dengan jari-jari nya yang lentik, meremas kedua bongkahan daging pantatku. Dan jujur saja hal itu menimbulkan rangsangan yang luar biasa, syaraf kelaki-lakianku sepontan melonjak di ubun-ubun. Aku semakin terbawa aliran nafsu yang sudah dialirkan oleh Tante Joyce, tanganku bergerak begitu lincahnya seakan mempunyai sepasang mata yang bisa melihat bagian-bagian sensasional yang perlu di remas.

Sesekali tanganku mulai mengelus permukaan buah dada Tante Joyce dari luar dasternya, aku rasakan betul bahwa wanita ini benar-benar sudah terangsang hebat. Terbukti saat jariku memilin-milin puntingnya, begitu keras dan kencang berdiri. Tanganku berpindah-pindah dari buah dada, pinggil dan pnatat Tante Joyce sesekali aku remas seolah tidak terima dengan remasan jarinya dipantatku sebelumnya. LIdah dan bibir Tante Joyce menari-nari diseluruh permukaan aku, semakin panas dan menjadi saat jariku mulai menarik ke atas daster yang dikenakan kakak Ambar tersebut.

Jariku dengan lihai meremas dan mengelus permukaan pantat Tante Joyce, sesekali aku menyisipkan jari telunjukku di tengah bongkahan pantatnya.

"Aakhh.. Danndy.." rintih Tante Joyce saat jari telunjukku, aku mainkan pada lubang anal wanita tersbut.
"Ohh.. Danddyy.. Tante nggak tahan.." kata Tante Joyce merintih.

Sambil berkata demikian, wanita tersebut menekan pundakku supaya jongkok menghadap selangkangannya. Aku tahu persis dengan apa yang diharapakan Tante Joyce, lidahku mulai menjilati lutut wanita itu yang masih dalam posisi berdiri. Jilatanku semakin menjadi dan menuju ke pangkal paha Tante Joyce, tanganku tidak ada hentinya meremas, pantat Tante Joyce yang masih kencang.

Tidak terlalu sulit untuk menyingkap daster yang dikenakan Tante Joyce karena wanita tersebut membantu mengangkat bagian depan dasternya. Sehingga nampak jelas 'hutan lebat' yang tumbuh di tengah selangkangan wanita tersebut bagian tengahnya sudah basah dengan lendir yang keluar dari lubang kewanitaanya saat kamu bercumbu sebelumya. Ternyata dari tadi Tante Joyce sudah tidak mengenakan bra maupun CD dan sepertinya wanita ini sudah merencanakan hal ini terjadi.

"Akkhh.. Aaowww.." rintihnya ketika lidahku mulai mendarat dipermukaan bibir vaginanya. LIdahku menari-nari bagaikan tarian tanggo argentina dipermukaan bibir vaginya.
"Okkhh.. Teruss.. Danddyy.. Hisaapp saayaanngg," rintih Tante Joyce.

Rintihan Tante Joyce membuat aku semakin berani memerankan lidahku dalam menjelajahi lubang vaginanya. Wanita itu membuka lebar-lebar kakinya, sehingga memudahkan aku untuk mengocok, menghisap, dan menjilat vaginanya yang mulai basah dibanjiri lendir kenikmatan dari lubang vaginanya.

Aku melihat, jelas Tante Joyce menggunakan kedua tangannya untuk meremas, mengusap dan menekan buah dadanya. Sesekali jarinya yang lentik, memainkan puntingnya yang semakin kencang. Saat wanita itu sibuk dengan aktivitas tangannya, aku mencoba memberikan sentuhan lain dalam bercinta. Aku merubah posisiku yang awalnya jongkok di depan selangkangan Tante Joyce, aku segera merangkak diantara kedua kakinya yang seang terbuka lebar. Sehingga sekarang aku berjongkok di belakang pantat Tante Joyce.

"Aauughh.. Sss.." rintih Tante Joyce ketika lidahku mulai mendarat dipermukaan pantatnya. Aku segera menyibak kedua bongkahan pantat, dan nampak jelas lubang analnya yang begitu bersih.
"Akkhh.. gillaa.. Kaamuu Danndyy," rintih wainta itu kembali.

Lidahku langsung menjilati lubang anal Tante Joyce, dan seperti yang sudah aku dapatkan tentang pengetahuan dari buku-buku maupun film BF yang aku tonton. Ternyata lubang anal juga merupakan bagian yang paling sensitif bagi kaum hawa, dan itu terbukti dengan menggeliatnya tubuh Tante Joyce ketika lidahku manari-nari dilubang analnya.

"Dannddy.. Sss.." desahnya Tante Joyce.

Jari telunjukku berputar-putar sesaat di permukaan clitorisnya dan beberapa saat kemudian, jari tengahku mulai bergerak keluar masuk dilubang vagina Tante Joyce.

"Ohh.. Tteruuss.. Tanttee.. mau dappet.." katanya liar.

Sesaat kemudian aku kembali merubah posisiku semula, kedua tangan Tante Joyce menahan tubuhnya di permukaan kulkas. Sedangkan kedua kakinya terbuka lebar, sehingga dengan mudah lidahku menari-nari di ujung clitorisnya. Semakin kencang desahan Tante Joyce semakin lair pula lidahku menjilati clitorisnya. Jari telunjukku, yang sebelumnya terbenam pada lubang vagina Tante joyce, sekarang berbalik terbenam dilubang anal Tante Joyce.

Tubuh Tante Joyce semakin bergerak tidak beraturan, naik-turun, maju-mundur, mengikuti aktivitas ganasnya lidahku.

"Danddyy.. Tanttee.. Keellu.. arr aagghh" rintih Tante Joyce panjang.

Bersamaan dengan rintihan panjang, kedua pahanya terasa menggapit kepalaku sehingga aku tidak mendengar desahan panjangnya. Dan disaat itu pula aku rasakan lelehan lendir yang begitu banyak dari lubang kewanitaan Tante Joyce. Aku tidak menghentikan aktivitasku, bahkan aku berusaha membuat Tante Joyce, kakak Ambar bisa menikmati jilatan lidahku untuk membersihkan lendir yang baru saja dikeluarkan.

Disaat aku sedang asyik menikmati vagina Tante Joyce yang masih basah, tiba-tiba aku dikejutkan dengan tangan Tante Joyce yang mengangkat pundakku.

Sesaat kemudian dengan segala kemahirannya, Tante Joyce mengeluarkan penisku dari celanaku. Bagaikan di sebuah film BF yang pernah aku lihat, dengan pakaian kerja kantor lengkap dengan dasi yang aku kenakan, Tante Joyce hanya mengeluarkan penisku dari resleting celanaku saja.

"Hmm.. Kamu memang jantan Dandy.." puji Tante Joyce sambil mengelus penisku.

Bersamaan dengan hal itu, aku merasakan gesekan tangannya yang halus dipermukaan batang penisku. Sehingga hal itu menimbulkan rangsangan yang luas biasa. Sedetik kemudian, aku hanya bisa merem melek menikmati kuluman bibir Tante Joyce. Seluruh batang kemaluanku seperti ditelan habis dalam mulut Tante Joyce, sesekali lidahnya yang nakal menjilati 'kepala' penisku.

"Akhh.. Tantee.. Hisap terus.. Sss" rintihku dalam.

Bagikan melayang aku dibuat Tante Joyce, wanita setengah baya ini memang mempunyai keahlian dalam oral sex. Terbukti semua hisiapan, kuluman, jilatan pada batang kemaluanku, nyaris tidak menyentuh giginya sama sekali. Aku sangat menikmati sekali perlakuan Tante Joyce pada batang kemaluanku, sehingga sentuhan lidahnya yang bertubi-tubi mendarat di batang kemaluanku semakin lama semakin menimbulkan rangsangan yang luar biasa.

Tiba-tiba Tante Joyce berdiri dari jongkoknya dan berkata..

"Dandy.. Tante sudah nggak tahan ingin penismu" katanya lirih.

Sambil berkata demikian Tante membalikkan tubuhnya dan bersandar dipinggir meja makan.

"Ooo.. Mmyy GOD" mata Tante mendelik dan bibirnya mendesah hebat saat penisku yang kekar mulai menembus vaginanya yang mulai dibasahi dengan cairan disekitar vaginanya.
"Danddy.. Ookkh.. Jangan.. Permainkan akuu.. Uughh" rintih Tante Joyce.

Aku sengaja mengendalikan permainan dengan jalan hanya menggerakkan keluar masuk kepala penisku, sehingga Tante Joyce meronta penasaran.

"Saayangg.. Masukkan semuuaa.. Aakuu peenggen.." rintihnya kembali.
Seketika itu aku langsung menancapkan seluruh batang kemaluanku sampai menthok dalam vaginanya.
"Oookkhh.." untuk kesekian kalinya tant Joyce merintih.

Aku menggerakkan pinggulku berputar-putar tanpa menggerakkan keluar masuk penisku dalam lubang vaginanmya. Kedua tanganku mengunci pinggul Tante Joyce, sehingga wanita tersebut hanya bisa merem melek, mendesah, merintih kenikmatan.

"Akkh.. Danddyy.. Nikmaatt sekali.. Sss.." desahnya.

Dengan perlahan dan penuh perasaan, aku merubah gerakan penisku dalam vaginanya. Bagaikan goyangan patah-patah Anisa Bahar, aku menggerakan batang penisku dan ternyata gerakkan itu membuat Tante Joyce menggerinjang hebat. Maklum penisku memang berukuran diatas rata-rata 17-18 cm dengan diamter 3,5 cm, itupun masih ditambah bentuknya yang melelengkung.

"Danndyy.. Terruss.. Teruss.. Saayang.. Jangaan.. Berhenti.. Oohhkk" celoteh Tante Joyce.

Disela rintihan Tante Joyce, terbesit keinginan nakalku untuk merangsang lubang anal Tante Joyce. Dengan bantuan beberapa cairan yang sudah membasahi pahanya, aku mengoleskan cairan tersebut disekitar lubang anal Tante Joyce.

Seakan tenggelam dalam kenikmatan penisku yang mengoyak, menghujam dan menerobos dinding vaginanya, Tante Joyce tidak merasakan jika ibu jariku juga sudah mulai mengoyak lubang analnya.

"Slleepp.." suara ibu jariku menyelinap di lubang anal Tante Joyce.

Lengkaplah sudah permainan sex ku dengan Tante Joyce, kedua lubang miliknya sudah terkoyak oleh penis dan ibu jariku. Beberapa saat kemudian, aku menggerakkan frontal penisku untuk mengoyak lubang vagina Tante Joyce karena aku melihat indikasi wanita tersebut akan mendapatkan orgasmenya yang kedua. Begitu banyaknya cairan yang meleleh keluar dari lubang vaginanya. Gerakan penis dan ibu jariku, bergantian keluar masuk pada kedua lubang Tante Joyce.

"Danddy.. Dandyy.. Tantee.. Mau.. kelluuaar.." rintihnya hebat.
"Okkhh.. Nikmat.. Jangan.. Jangan.. Dilepas.. Sss.."
"Dandyy.. Danddy.. Daanddy.. Aaakhh" teriaknya.

Kedua tangan Tante Joyce mencengkeram pinggir meja makan, sedangkan bibirnya tidak berhenti mendesah dan merintih. Sesekali bibir bawahnya digigit, sehingga pemandangan tersebut benar-benar membuat birahiku bergolak. Kadua kaki yang jenjang, ditutup rapat seakan-akan tidak mau melepaskan penisku yang masih terbenam dalam vaginanya.

"Ohh.. GOD.. Kamu hebat banget.." puji Tante Joyce.
"Ccplok.. Cplok.. Crek.. Crek.." suara gerakan batang penisku yang masih bergerak maju mundur membuat kedua kakinya mengejang hebat.

Aku membiarkan Tante Joyce menikmati orgasmenya yang kedua, dan disaat wanita itu masih menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasmenya dia tidak menyadari jika ibu jariku masih terbenam dalam lubang analnya.

Aku segera mencabut batang penisku dari lubang kemaluan Tante Joyce, dan setelah aku merasa lubang anal Tante Joyce sudah terbuka. Aku segera mengarahkan kepala penisku ke lubang anal Tante Joyce.

"Aoowww.. Dandyy.. Apa yang kamu lakukan..?" tanya nya sambil menoleh ke belakang.
"Tenang Tante.." jawabku singkat.
"Sreett.." kepala penisku mulai menerobos lubang analnya.
"Aoowww.. Sakiit.. Dandyy" rintihnya sambbil memegang pantatnya sendiri.
"Relaks Tante.. Bentaran juga asyik ok.." kataku menghibur.
"Ihh.. Kkamu banddell.. Aaakhh" rintihnya kembali.

Dengan perlahan dan cm demi cm aku mulai memasukkan seluruh batang penisku di dalam lubang analnya.

"Ampunn.. Danddyy.. Ssaakkiitt.." rintihnya.

Begitu aku merasakan seluruh batang penisku terbenam dalam lubang analnya, aku berusaha diam sejenak untuk memberikan kesempatan lubang anal Tante Joyce mengenal penisku.

"Dannddyy.. Jangan.. Diem.. Aja dongg.." pinta Tante Joyce.

Segera dengan perlahan aku mulai menggerakkan keluar masuk penisku.

"Akkhh.. Terruss.. Danddyy" pinta Tante Joyce.

Tante Joyce mulai merasakan kenikmatan penisku yang mulai mengocok lubang analnya, sehingga rintihan kesakitan berubah menjadi rintihan kenikmatan. Aku semakin berani berimprovisasi di lubang anal Tante Joyce, seperti halnya aku mengoyak lubang vaginanya.

"Okhh.. Kkamuu.. Hebbatt.. Saayaang.. Jangan berhenti.." rintihnya.

Tanpa aku sadari kapan Tante Joyce memasukkan jarinya ke dalam lubang vaginanya, wanita setengah baya tersebut berusaha mengejar orgasmenya yang ketiga. Aku merasakan kerjaku tidak banyak karena Tante Joyce mambantu untuk mengocok vaginanya, sehingga aku berkonsentrasi penuh menikmati lubang anal Tante Joyce.

"Tanttee.. Danddyy.. Mau.. Keluar.." rintihku.
"Iyaa.. Sayangg.. Kita keluar.. Sama-sama.. Ookkh" rintih Tante Joyce.

Gerakankan aku semakin tidak terkontrol dalam lubang anal Tante Joyce dan jari wanita tersebut juga sedang bekerja meraih orgasme yang berikutnya. Aku merasakan ada sesuatu yang akan menyembur dari penisku, gesekan dinding lubang anal Tante Joyce membuat kenikmatan yang luar biasa.

"Oookkhh.. Tantte.. Daandy keluar.. Dimannaa..?" tanyak umerintih
"Didalam aja.. Sayangg.." pintanya.
"Tantee.. Aku.. Nggak taahaann.." rintihku.
"Iya.. iyaa.. Tante juga.. Danndy.. Aaakhh"
"Okhh.." rintihan panjang kami berdua mengakhiri permainan sex di dapur rumah Tante Joyce.
"Crut.. Crut.. Crut.. Crut.." bebrapa semburan spermaku dalam lubang anal Tante Joyce dan sebaliknya lubang vagina Tante Joyce mengeluarkan banyak cairan yang membasahi kedua pahanya. Beberapa tetes spermaku jatuh ke lantai keramik Tante Joyce.

Sesaat kemudian Tante Joyce membalikkan tubuhnya dan berkata..

"Kamu memang jago banget bercinta Dandy. Belum pernah aku merasakan multi orgasme yang sedemikian hebatnya," katanya memujiku.
"Ah, Tante bisa aja.." kata merendah.
"Kapan-kapan kamu mau kan mengulanginya lagi?" tanyanya.
"Boleh Tante tapi buruan deh lepasin pelukan Tante nanti Ambwr keburu keluar," kataku was-was.

Setelah berkata demikian Tante Joyce mengecup bibirku dan melepaskan pelukannya. Aku bergegas membenahi bajuku dan kembali menuju ruang tamu. Tante Joyce pun masuk ke dalam membenahi tubuhnya yang berkeringat setelah bercinta dengan aku di dapur.

15 menit kemudian Ambar keluar dari dalam kamarnya.

"Hey Dandy.. Sorry lama ya nunggunya," katanya ceria.
"Nggak apa-apa kok Ambar.." kataku gugup.

Sesaat kemudian Tante Joyce keluar dan bertanya kabarku, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa antara aku dengan dia.

"Hey Dandy.. Gimana khabarmu?" tanyanya.
"Bbaik Tante.." jawabku gugup
"Itu si Ambar memang lama banget kalau dandan," jelasnya.
"Duh Mbak ini.. Sudah deh aku berangkat," kata Ambar singkat.

Aku segera bangkit dari dudukku dan bergegas menuju pintu keluar, Ambar keluar lebih dulu menuju pagar sedangkan aku dibelakangnya. Aku sedikit kaget ketika tangan Tante Joyce meremas pantatku, aku bergegas menuju pagar karena takut si Ambar melihat kejahilan kakaknya.

Mobil starletku segera meluncur meninggalkan rumah Ambar dengan perasaan yang luar biasa puasnya. Pagi-pagi mendapat 'jatah' yang tidak terduga, sehingga aku ingat pesan Bang napi yang sering aku tonton di RCTI" INGAT KEMAKSIATAN TERJADI KARENA ADANYA KESEMPATAN.. WAPADALAH.. WASPADALAH"

*****

Pembaca itulah pengalaman sexku bersama kakak Ambar yang beberapa saat lalu baru aku kenal. Untuk saran, kritikan dan masukan tetap aku tunggu via emailku.

E N D

«LARA:

tante ken


Kisah ini terjadi kurang lebih setahun yang lalu.
Tepatnya awal bulan mei 2003.
Panggil saja namaku Roni.
Usiaku saat ini 27 tahun.
Dikampungku ada seorang janda berusia 46 tahun, namanya panggil aja Tente Ken. Meski usianya sudah kepala empat dan sudah punya 3 orang anak yang sudah besar-besar, namun tubuhnya masih tetap tampak bagus dan terawat. Tante Ken mempunyai wajah yang cantik dengan rambut sebahu. Kulitnya putih bersih. Selain itu yang membuatku selama ini terpesona adalah payudara tante Ken yang luar biasa montok. Perkiraanku payudaranya berukuran 36C. Ditambah lagi pinggul aduhai yang dimiliki oleh janda cantik itu. Bodi tante Ken yang indah itulah yang membuatku tak dapat menahan birahiku dan selalu berangan-angan bisa menikmati tubuhnya yang padat berisi. Setiap melakukan onani, wajah dan tubuh tetanggaku itu selalu menjadi inspirasiku.

Pagi itu jam sudah menunjukan angka tujuh. Aku sudah bersiap untuk berangkat ke kampus. Motor aku jalankan pelan keluar dari gerbang rumah. Dikejauhan aku melihat sosok seorang wanita yang berjalan sendirian. Mataku secara reflek terus mengikuti wanita itu. Maklum aja, aku terpesona melihat tubuh wanita itu yang menurutku aduhai, meskipun dari belakang. Pinggul dan pantatnya sungguh membuat jantungku berdesir. Saat itu aku hanya menduga-duga kalau wanita itu adalah tante Ken. Bersamaan dengan itu, celanaku mulai agak sesak karena kontolku mulai tidak bisa diajak kompromi alias ngaceng berat.
Perlahan-lahan motor aku arahkan agak mendekat agar yakin bahwa wanita itu adalah tante Ken.

?Eh tante Ken. Mau kemana tante??, sapaku.

Tante Ken agak kaget mendengar suaraku. Tapi beliau kemudian tersenyum manis dan membalas sapaanku.

?Ehm.. Kamu Ron. Tante mau ke kantor. Kamu mau ke kampus??, tante Ken balik bertanya.
?Iya nih tante. Masuk jam delapan. Kalau gitu gimana kalau tante saya anter dulu ke kantor? Kebetulan saya bawa helm satu lagi?, kataku sambil menawarkan jasa dan berharap tante Ken tidak menolak ajakanku.
?Nggak usah deh, nanti kamu terlambat sampai kampus lho.?

Suara tante Ken yang empuk dan lembut sesaat membuat penisku semakin menegang.

?Nggak apa-apa kok tante. Lagian kampus saya kan sebenarnya dekat?, kataku sambil mataku selalu mencuri pandang ke seluruh tubuhnya yang pagi itu mengenakkan bletzer dan celana panjang. Meski tertutup oleh pakaian yang rapi, tapi aku tetap bisa melihat kemontokan payudaranya yang lekukannya tampak jelas.
?Benar nih Roni mau nganterin tante ke kantor? Kalau gitu bolehlah tante bonceng kamu?, kata tante Ken sambil melangkahkan kakinya diboncengan.

Aku sempat agak terkejut karena cara membonceng tante yang seperti itu. Tapi bagaimanapun aku tetap diuntungkan karena punggungku bisa sesekali merasakan
empuknya payudara tante yang memang sangat aku kagumi. Apalagi ketika melewati gundukan yang ada di jalan, rasanya buah dada tante semakin tambah menempel di punggungku. Pagi itu tante Ken aku anter sampai ke kantornya. Dan aku segera menuju ke kampus dengan perasaan senang.

Waktu itu hari sabtu. Kebetulan kuliahku libur. Tiba-tiba telepon di sebelah tempat tidurku berdering. Segera saja aku angkat. Dari seberang terdengar suara lembut seorang wanita.

?Bisa bicara dengan Roni??
?Iya saya sendiri??, jawabku masih dengan tanda tanya karena merasa asing dengan suara ditelepon.
?Selamat pagi Roni. Ini tante Ken!?, aku benar-benar kaget bercampur aduk.
?Se.. Selamat.. Pa.. Gi tante. Wah tumben nelpon saya. Ada yang bisa saya bantu tante??, kataku agak gugup.
?Pagi ini kamu ada acara nggak Ron? Kalau nggak ada acara datang ke rumah tante ya. Bisa kan??, pinta tante Keny dari ujung telepon.
?Eh.. Dengan senang hati tante. Nanti sehabis mandi saya langsung ke tempat tante?, jawabku. Kemudian sambil secara reflek tangan kiriku memegang kontolku yang mulai membesar karena membayangkan tante Ken.
?Baiklah kalau begitu. Aku tunggu ya. Met pagi Roni.. Sampai nanti!? Suara lembut tante Ken yang bagiku sangat menggairahkan itu akhirnya hilang diujung tepelon sana.

Pagi itu aku benar-benar senang mendengar permintaan tante Ken untuk datang ke rumahnya. Dan pikiranku nglantur kemana-mana. Sementara tanganku masih saja mengelus-elus penisku yang makin lama, makin membesar sambil membayangkan jika yang memegang kontolku itu adalah tante Ken. Karena hasratku sudah menggebu, maka segera saja aku lampiaskan birahiku itu dengan onani menggunakan boneka didol montok yang aku beli beberapa bulan yang lalu.

Aku bayangkan aku sedang bersetubuh dengan tante Ken yang sudah telanjang bulat sehingga payudaranya yang montok menunggu untuk dikenyut dan diremas. Mulut dan tanganku segera menyapu seluruh tubuh boneka itu.

?Tante? Tubuhmu indah sekali. Payudaramu montok sekali tante. Aaah.. Ehs.. Ah?, mulutku mulai merancau membayangkan nikmatnya ML dengan tante Ken.

Karena sudah tidak tahan lagi, segera saja batang penisku, kumasukkan ke dalam vagina didol itu. Aku mulai melakukan gerakan naik turun sambil mendekap erat dan menciumi bibir boneka yang aku umpamakan sebagai tante Ken itu dengan penuh nafsu.

?Ehm.. Ehs.. Nikmat sekali sayang..?
Kontolku semakin aku kayuh dengan cepat.
?Tante.. Nikmat sekali memekmu. Aaah.. Punyaku mau keluar sayang..?, mulutku meracau ngomong sendiri.

Akhirnya tak lama kemudian penisku menyemburkan cairan putih kental ke dalam lubang vagina boneka itu. Lemas sudah tubuhku. Setelah beristirahat sejenak, aku kemudian segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan kontol dan tubuhku.
Jarum jam sudah menunjuk ke angka 8 lebih 30 menit. Aku sudah selesai mandi dan berdandan.

?Nah, sekarang saatnya berangkat ke tempat tante Ken. Aku sudah nggak tahan pingin lihat kemolekan tubuhmu dari dekat sayang?, gumamku dalam hati.

Kulangkahkan kakiku menuju rumah tante Ken yang hanya berjarak 100 meter aja dari rumahku. Sampai di rumah janda montok itu, segera saja aku ketuk pintunya.

?Ya, sebentar?, sahut suara seorang wanita dari dalam yang tak lain adalah tante Ken.

Setelah pintu dibuka, mataku benar-benar dimanja oleh tampilan sosok tante Ken yang aduhai dan berdiri persis di hadapanku. Pagi itu tante mengenakan celana street hitam dipadu dengan atasan kaos ketat berwarna merah dengan belahan lehernya yang agak ke bawah. Sehingga nampak jelas belahan yang membatasi kedua payudaranya yang memang montok luar biasa. Tante Ken kemudian mengajakku masuk ke dalam rumahnya dan menutup serta mengunci pintu kamar tamu. Aku sempat dibuat heran dengan apa yang dilakukan janda itu.

?Ada apa sih tante, kok pintunya harus ditutup dan dikunci segala??, tanyaku penasaran.

Senyuman indah dari bibir sensual tante Ken mengembang sesaat mendengar pertanyaanku.

?Oh, biar aman aja. Kan aku mau ajak kamu ke kamar tengah biar lebih rilek ngobrolnya sambil nonton TV?, jawab tante Ken seraya menggandeng tanganku mengajak ke ruangan tengah.

Sebenarnya sudah sejak di depan pintu tadi penisku tegang karena terangsang oleh penampilan tante Ken. Malahan kali ini tangan halusnya menggenggam tanganku, sehingga kontolku nggak bisa diajak kompromi karena semakin besar aja. Di ruang tengah terhampar karpet biru dan ada dua bantal besar diatasnya. Sementara diatas meja sudah disediakan minuman es sirup berwarna merah. Kami kemudian duduk berdampingan.

?Ayo Ron diminum dulu sirupnya?, kata tante padaku.
Aku kemudian mengambil gelas dan meminumnya.
?Ron. Kamu tahu nggak kenapa aku minta kamu datang ke sini??, tanya tante Ken sambil tangan kanan beliau memegang pahaku hingga membuatku terkejut dan agak gugup.
?Ehm.. Eng.. Nggak tante?, jawabku.
?Tante sebenarnya butuh teman ngobrol. Maklumlah anak-anak tante sudah jarang sekali pulang karena kerja mereka di luar kota dan harus sering menetap disana. Jadinya ya.. Kamu tahu sendiri kan, tante kesepian. Kira-kira kamu mau nggak jadi teman ngobrol tante? Nggak harus setiap hari kok..!?, kata tente Ken seperti mengiba.

Dalam hati aku senang karena kesempatan untuk bertemu dan berdekatan dengan tante akan terbuka luas. Angan-angan untuk menikmati pemandangan indah dari tubuh janda itu pun tentu akan menjadi kenyataan.

?Kalau sekiranya saya dibutuhkan, ya boleh-boleh aja tante. Justru saya senang bisa ngobrol sama tante. Biar saja juga ada teman. Bahkan setiap hari juga nggak apa kok.?

Tante tersenyum mendengar jawabanku. Akhirnya kami berdua mulai ngobrol tentang apa saja sambil menikmati acara di TV. Enjoi sekali. Apalagi bau wangi yang menguar dari tubuh tante membuat angan-anganku semakin melayang jauh.

?Ron, udara hari ini panas ya? Tante kepanasan nih. Kamu kepanasan nggak??, tanya tante Ken yang kali ini sedikit manja.
?Ehm.. Iya tante. Panas banget. Padahal kipas anginnya sudah dihidupin?, jawabku sambil sesekali mataku melirik buah dada tante yang agak menyembul, seakan ingin meloncat dari kaos yang menutupinya.

Mata Tante Ken terus menatapku hingga membuatku sedikit grogi, meski sebenarnya birahiku sedang menanjak. Tanpa kuduga, tangan tante memegang kancing bajuku.

?Kalau panas dilepas aja ya Ron, biar cepet adem?, kata tante Ken sembari membuka satu-persatu kancing bajuku, dan melepaskannya hingga aku telanjang dada?

Aku saat itu benar-benar kaget dengan apa yang dilakukan tante padaku. Dan aku pun hanya bisa diam terbengong-bengong. Aku tambah terheran-heran lagi dengan sikap tente Ken pagi itu yang memintaku untuk membantu melepaskan kaos ketatnya.

?Ron, tolongin tante dong. Lepasin kaos tante. Habis panas sih..?, pinta tante Ken dengan suara yang manja tapi terkesan menggairahkan.

Dengan sedikit gemetaran karena tak menyangka akan pengalaman nyataku ini, aku lepas kaos ketat berwarna merah itu dari tubuh tante Ken. Dan apa yang berikutnya aku lihat sungguh membuat darahku berdesir dan penisku semakin tegang membesar serta jantung berdetak kencang. Payudara tante Ken yang besar tampak nyata di depan mataku, tanpa terbungkus kutang. Dua gunung indah milik janda itu tampak kencang dan padat sekali.

?Kenapa Ron. Kok tiba-tiba diam??, tanya tante Ken padaku.
?E.. Em.. Nggak apa-apa kok tante?, jawabku spontan sambil menundukkan kepala.
?Ala.. enggak usah pura-pura. Aku tahu kok apa yang sedang kamu pikirkan selama ini. Tante sering memperhatikan kamu. Roni sebenarnya sudah lama pingin ini tante kan?? kata tante sambil meraih kedua tanganku dan meletakkan telapak tanganku di kedua buah dadanya yang montok.
?Ehm.. Tante.. Sa.. Ya.. Ee..?, aku seperti tak mampu menyelesaikan kata-kataku karena gugup. Apalagi tubuh tante Ken semakin merapat ke tubuhku.
?Ron.. Remas susuku ini sayang. Ehm.. Lakukan sesukamu. Nggak usah takut-takut sayang. Aku sudah lama ingin menimati kehangatan dari seorang laki-laki?, rajuk tante Ken sembari menuntun tanganku meremas payudara montoknya.

Sementara kegugupanku sudah mulai dapat dikuasai. Aku semakin memberanikan diri untuk menikmati kesempatan langka yang selama ini hanya ada dalam angan-anganku saja. Dengan nafsu yang membara, susu tante Ken aku remas-remas. Sementara bibirku dan bibirnya saling berpagutan mesra penuh gairah. Entah kapan celanaku dan celana tante lepas, yang pasti saat itu tubuh kami berdua sudah polos tanpa selembar kainpun menempel di tubuh. Permaianan kami semakin panas. Setelah puas memagut bibir tante, mulutku seperti sudah nggak sabar untuk menikmati payudara montoknya.

?Uuhh? Aah?? Tante Ken mendesah-desah tatkala lidahku menjilat-jilat ujung puting susunya yang berbentuk dadu.

Aku permainkan puting susu yang munjung dan menggiurkan itu dengan bebasnya. Sekali-kali putingnya aku gigit hingga membuat Tante Ken menggelinjang merasakan kenikmatan. Sementara tangan kananku mulai menggerayangi ?vagina? yang sudah mulai basah. Aku usap-usap bibir vagina tante dengan lembut hingga desahan-desahan menggairahkan semakin keras dari bibirnya.

?Ron.. Nik.. Maat.. Sekali sa.. Yaang.. Uuuhh.. Puasilah tante sayang.. Tubuhku adalah milikmu?, suara itu keluar dari bibir janda montok itu.
Aku menghiraukan ucapan tante karena sedang asyik menikmati tubuh moleknya. Perlahan setelah puas bermain-main dengan payudaranya mulutku mulai kubawa ke bawah menuju vagina tante Ken yang bersih terawat tanpa bulu. Dengan leluasa lidahku mulai menyapu vagina yang sudah basah oleh cairan.

Aku sudah tudak sabar lagi. Batang penisku yang sudah sedari tadi tegak berdiri ingin sekali merasakan jepitan vagina janda cantik nan montok itu. Akhirnya, perlahan kumasukkan batang penisku ke celah-celah vagina. Sementara tangan tante membantu menuntun tongkatku masuk ke jalannya. Kutekan perlahan dan?

?Aaah??, suara itu keluar dari mulut tante Ken setelah penisku berhasil masuk ke dalam liang senggamanya.

Kupompa penisku dengan gerakan naik turun. Desahan dan erangan yang menggairahkanpun meluncur dari mulut tante yang sudah semakin panas birahinya.

?Aach.. Ach.. Aah.. Terus sayang.. Lebih dalam.. Lagi.. Aah.. Nik.. Mat..?, tante Ken mulai menikmati permainan itu.

Aku terus mengayuh penisku sambil mulutku melumat habis kedua buah dadanya yang montok. Mungkin sudah 20 menitan kami bergumul. Aku merasa sudah hampir
tidak tahan lagi. Batang kemaluanku sudah nyaris menyemprotkan cairan sperma.

?Tante.. Punyaku sudah mau keluar..?
?Tahan seb.. Bentar sayang.. Aku jug.. A.. Mau sampai.. Aaach..?, akhirnya tante Ken tidak tahan lagi.

Kamipun mengeluarkan cairan kenikmatan secara hampir bersamaan. Banyak sekali air mani yang aku semprotkan ke dalam liang senggama tante, hingga kemudian kami kecapekan dan berbaring di atas karpet biru.

?Terima kasih Roni. Tante puas dengan permainan ini. Kamu benar-benar jantan. Kamu nggak nyeselkan tidur dengan tante??, tanya beliau padaku.
Aku tersenyum sambil mencium kening janda itu dengan penuh sayang.
?Aku sangat senang tante. Tidak kusangka tante memberikan kenikmatan ini padaku. Karena sudah lama sekali aku berangan-angan bisa menikmati tubuh tante yang montok ini?

Tante Ken tersenyum senang mendengar jawabanku.

?Roni sayang. Mulai saat ini kamu boleh tidur dengan tante kapan saja, karena tubuh tante sekarang adalah milikmu. Tapi kamu juga janji lho. Kalau tante kepingin? Roni temani tante ya.?, kata tante Ken kemudian.

Aku tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Dan kami pun mulai saling merangsang dan bercinta untuk yang kedua kalinya. Hari itu adalah hari yang tidak pernah bisa aku lupakan. Karena angan-anganku untuk bisa bercinta dengan tante Ken dapat terwujud menjadi kenyataan. Sampai saat ini aku dan tante Ken masih selalu melakukan aktivitas sex dengan berbagai variasi. Dan kami sangat bahagia.

«LARA:

istri



Panggil aku Ayu.
Sesungguhnya namaku yang benar adalah Kustinah.
Sejak sekolah hingga sekarang sesudah umur 28 tahun teman-teman gaulku selalu memanggilku Ayu karena kecantikanku.
Dan panggilan itu akhirnya keterusan hingga orang-orang rumaHPun memanggilku demikian.
Sebagai seorang perempuan, menurut omongan dari banyak teman-temanku, aku termasuk cantik dan sensual. Dengan tinggi tubuhku yang 174 cm dan berat badan yang 57 kg serta wajah ayuku mereka bilang aku pantas kalau jadi model atau bintang sinetron.

Dari ukuran normal, sebagai seorang istri aku telah mendapatkan segalanya. Menjadi putri ke 3 dari keluarga yang cukup terpelajar, ayahku yang berasal dari Jambi adalah seorang ahli hukum laut menikah dengan ibuku yang berasal dari Jawa Timur adalah seorang dokter, aku mendapatkan kasih sayang yang cukup melimpah.

Demikian pula, sebagai istri dari Mas Surya yang seorang insinyur arsitek, aku mendapatkan apapun yang aku inginkan. Tetapi ini pula mungkin pangkalnya. 'Mendapatkan apapun yang aku inginkan' itu di kemudian hari ternyata menghadapi banyak godaan yang tak mampu aku hindari dan kendalikan. 'Apapun yang kuinginkan' ini berkembang dimensinya. Khususnya dalam masalah syahwatku.

Telah 8 tahun aku menikah dengan Mas Surya. Suamiku termasuk type pria idaman bagi kebanyakan wanita. Insinyur, tampan, lembut, cerdas dan romantis. Walaupun hingga kini belum memiliki anak, kami nggak pernah kesepian. Ada saja yang membuat kami asyik mengarungi bahtera sebagai suami isteri ini. Setiap pulang kerja ada saja oleh-oleh yang dia bawa untuk menyenangkan aku. Banyak kejutan yang dia persiapkan untukku. Apa saja.

Dalam hal hubungan seksual, dia termasuk lelaki yang normal. Gairah, kelembutan dan romantisme yang ada padanya selalu menghasilkan hubungan seksual yang tak ada cacatnya.
Hingga terjadilah sebuah peristiwa yang sangat mempengaruhi tingkah-lakuku dalam hal syahwat.

Bermula dari rumah temanku..
Sehabis program aerobik yang secara rutin aku lakukan bersama teman-teman dalam klub, aku tidak langsung pulang. Yang punya rumah, Mbak Sari, namanya ngajak aku ngobrol dulu. Kebetulan dia sedang sendirian. Suaminya belum pulang dari kantornya, anaknya nginep di rumah neneknya dan Warsih pembantunya sedang pulang kampung. Sesudah dia buatkan aku teh panas kesukaanku kami ngobrol di ruang keluarga. Sesudah ngomong macam-macam topik, Sari ngajak aku nonton VCD porno.
Walaupun aku sering dengar tentang VCD macam itu terus terang aku belum pernah menontonnya. Dan aku kok nggak enak kalau menolak ajakan Sari ini. Yaa.., akhirnya kami nonton sama-sama.

Ternyata dari VCD itu aku baru melihat apa-apa yang sebelumnya tak terbayangkan olehku.
Wanita-wanita yang sangat cantik secara agresif digauli maupun menggauli lelaki kasar, hitam atau coklat dan sebagainya. Wanita-wanita itu sepertinya begitu bernafsu terhadap kemaluan lelaki. Dan yang aku nggak pernah terbayangkan sebelumnya, ternyata lelaki-lelaki itu memiliki penis yang demikian gede, kuat, panjang dan penuh otot. Penis itu begitu berkilat saat tegang karena birahi.

Saat 'close up' kulihat, bibir lubang kencingnya yang lebar dengan lubangnya yang dipenuhi cairan syahwatnya yang jernih bening. Kameranya menangkap citra kemaluan itu begitu tajam dan detail seperti penyajian citra makanan yang demikian lezatnya. Kilatan kepalanya yang mengkilat seakan hendak meletus pada saat tegang bernafsu. Aku jadi ingat kemaluan suamiku yang mungkin hanya seperempat besarnya dibanding kemaluan-kemaluan bintang VCD itu. Dan pada saat penis itu menembusi vagina, betapa sesaknya. Sampai nampak bibir vaginanya, yang pasti sangat mencengkeram, ikut terbawa keluar masuk ketika penis itu memompa. Aku jadi merinding melihatnya.

Dan lihat wanita-wanita cantik itu.. Dari desahan-desahan dan jeritan erotisnya nampak mereka diterkam oleh kenikmatan yang tak terhingga. Dan kenikmatan itu lebih lagi saat muncratnya air mani si lelaki yang ditumpahkan ke bibir-bibir cantik mereka. Terkadang berceceran di seputar wajahnya, kacamatanya, buah dadanya. Dan.. oohh.. si cantik-cantik itu menelan sperma-sperma lelaki kasar itu. Bahkan mereka juga menjilati yang tercecer pada bagian-bagian tubuhnya. Ah.. aku nggak tahan melihatnya.

Aku malu sama Mbak Sari kalau sampai dia melihati wajahku. Aku cepat-cepat pamit dengan alasan rumah kosong. Dan sepanjang jalan pulang aku masih berpikir.. benarkah ada kemaluan sebesar itu. Dan perempuan-perempuan tadi.. cantik-cantik dengan mulutnya yang terus menjilati penis-penis lelaki kasar-kasar itu. Aku ingat betapa si lelaki menyeringai kenikmatan saat spermanya muncrat-muncrat.. dan iihh.. si wanita dengan rakusnya minum, menelan dan menjilati yang tercecer. Ahh.. Gedenya kemaluan ituu.. Aahh.. tidak! Jangan! Aku berusaha melupa-lupakan apa yang barusan kutonton. Aku tak mau mengingatnya lagi. Tetapi..

Sejak itu, setiap kali aku melihat lelaki, apalagi lelaki yang kasar-kasar macam tukang becak atau kuli, tak terelakkan, aku selalu membayangkan dan bertanya dalam hatiku, apa kemaluan mereka juga gede sebagaimana yang aku lihat di VCD itu!? Dan yang membuat lebih repot lagi, saat Mas Surya menggauli aku selalu datang bayangan kemaluan-kemaluan gede itu. Bahkan akhir-akhir ini aku seakan merasakan hambar saat-saat kemaluan Mas Surya memasuki vaginaku. Rasa kegatalan pada dinding-dinding vaginaku tak juga mau bangkit. Untungnya aku bisa berpura-pura bergairah dan meraih orgasme, hingga Mas Surya tak merasakan ketidak beresanku.

Tetapi aku rasa hal ini tak mungkin berjalan selamanya. Dorongan syahwatku sendiri menuntut agar aku meraih orgasme. Kepalaku akan pusing dan kerjaku tidak bisa konsentrasi setiap gagal orgasme saat bersetubuh bersama Mas Surya. Lama kelamaan hal ini benar-benar menjadi derita bagi aku. Beberapa hari terakhir ini Mas Surya menegorku, kenapa aku nampak kurang segar. Dia perhatikan raut kegembiraan di wajahku nampak jarang terlihat. Dia bertanya apakah aku punya masalah. Dia bahkan beri saran, kalau ada masalah ngomong, dia mungkin bisa membantu. Jangan simpan masalah itu berlarut-larut. Hal itu akan mempengaruhi kesehatanku.

Ah, kasihan Mas Surya. Dia nggak tahu apa yang sedang aku dambakan. Tetapi kata-katanya yang 'jangan simpan masalah hingga berlarut-larut' itu telah merangsang timbulnya gagasanku. Tapi entahlah.. Aku kacau dan oleng.

Setiap bulan aku belanja cukup banyak untuk keperluan rumah tangga. Aku belanja di toko agen tidak jauh dari rumah. Dengan blus katun tipis yang adem dan celana jeans ketat kesukaanku aku keluar rumah. Aku senang melihat para lelaki dan juga wanita kagum dan menikmati sensual tubuhku berkat busanaku ini. Saat pergi tanpa bawaan barang aku naik angkot, nanti pulangnya dengan berbagai macam barang belanjaan yang cukup berat aku biasa naik becak. Toko agen itu cukup mengenalku. Mereka melayani aku dengan ramah. Aku juga lihat bagaimana taoke menikmati sensual penampilan tubuhku. Siapa tahu dia sambil mengelusi kemaluannya dari meja kasirnya. Ah.. kenapa pikiranku mudah jorok macam ini sejak menonton VCD di tempat Mbak Sari itu.

Sesudah selesai belanja seperti biasanya anak buah taoke pemilik toko membantu aku memanggil tukang becak dan menaikkan barang-barangku ke becak. Saat aku mau naik sepintas aku ngomong sama abang becaknya kemana tujuanku. Pada saat itulah tiba-tiba aku merasa bergidik merinding. Melihat sosok tubuh yang kekar dan kecoklatan serta bertatapan muka dengan si abang becaknya aku kembali ingat tayangan VCD itu. Wajahnya sangat seksi dengan bibirnya yang tebal itu rasanya siap melahap aku. Matanya nampak liar seakan hendak memandang telanjangnya tubuhku. Aku sepertinya kena sihir, bengong, hingga dia yang menegor,
"Kemana, buu..?!"
Masih dalam bengong aku naik ke becak,
"Kemana, buu..?!," sekali lagi kudengar pertanyaannya.
"Ah, iyaa.. ke kompleks bang..," jawabanku terasa tanpa berpikir.

Sepanjang jalan itu aku terus melamun.. Adakah kemaluan si abang becak yang sedang kutumpangi ini juga gede? Duhh.., kenapa pikiranku terus tertuju kepada si abang ini? Sebagaimana biasa, begitu sampai di rumah, karena barang-barangnya cukup banyak dan berat, si abang becaknya membantu untuk menurunkan dan memasukkan barang-barang belanjaanku tersebut ke dalam rumah.
Aku tak bisa mengelak dari keinginanku untuk mengamati sosok si abang becak. Kulihat tubuhnya yang hanya memakai kaos singlet dan celana pendek yang setengah dekil, mengkilat karena keringatnya. Nampak gumpalan daging dan otot-ototnya yang kecoklatan pada lengan-lengan dan paha serta betisnya. Wajahnya nampak kasar oleh tempaan kehidupannya. Walaupun wajah itu tidak tampan, dengan bibirnya yang agak tebal, dia nampak sangat seksi. Lelaki macam inilah yang sering aku bayangkan memiliki kemaluan yang gede. Benarkah?

Dengan sigap dia mengangkat dan memanggul barang-barangku ke dalam rumah. Saat itulah dorongan syahwatku kembali menyergap aku. Alangkah seksinya tubuh si abang ini. Timbul keinginan untuk menahannya lebih lama. Aku bilang, tunggu sebentar bang, sambil aku berpura-mencari dompet yang sengaja tak kutemukan. Aku berpura-pura bingung seperti orang lupa. Sementara menungu kupersilahkan dia duduk di kursi makan dekat dapur. Aku sendiri masuk ke kamar untuk meneruskan pencarian dompetku. Sesaat kudengar dia ngomong,
"Bu, boleh pinjam toiletnya, saya pengin buang air kecil?"
Ah, kebeneran, kata dalam hatiku,
"Silahkan, bang," aku menyahut dari kamar.

Kemudian aku keluar sementara si abang becak kencing di toilet. Kuperhatikan pintu kamar mandiku. Aku agak blingsatan. Darah syahwatku mengalir deras. Aku pengin banget ngintip saat dia kencing. Ini merupakan kesempatan yang langka dan paling kutunggu. Dan pada saat seperti sangat mungkin. Pintu kamar mandiku yang terbuat dari papan memberikan celah-celah kecil sepanjang sambungannya. Tak mampu untuk menahan diri aku berjingkat mengendap-endap untuk mengintip. Jantungku berdegup keras. Cukup edan bagiku yang istri insinyur untuk bisa berbuat macam ini. Tetapi..

Darahku langsung syuurr.. saat bisa mengintipnya. Nampak si abang sedang memegangi kemaluannya. Loh, ngapain dia..? Kulihat kemaluannya tegang dengan tangannya yang menguruti sambil wajahnya sesekali menyeringai menatap ke langit-langit. Aku menjadi lebih penasaran lagi. Inikah yang disebut onani. Jadi si abang becak ini sedang onani di kamar mandiku? Darahku langsung tersirap naik ke permukaan wajahku. Kudengar pukulan jantung pada dadaku. Aku sepertinya disergap kobaran birahi. Buah dadaku terasa mengeras dan didesak-desak rasa gatal.

Secara otomatis tanganku menjamah dan meremas-remas buah dadaku kemudian memelintir puting susunya. Kuraih kenikmatan tak terhingga. Pandangan ke kemaluan si abang yang sedang ngaceng onani dan remasan buah dadaku membuahkan nikmat syahwat yang tak terhingga. Nafasku memburu.
Kudengar si abang mendesah pelan, pasti karena khawatir aku mendengarnya. Aku baru tahu sekarang, inilah cara lelaki melakukan onani. Aku kembali bertanya, kenapa dia lakukan disini? Di rumahku, saat dia melakukan tugasnya selaku penarik becak? Haa.. mungkinkah birahinya timbul karena dia menyaksikan tampilan seksualku. Bukankah dia cukup kesempatan selama mengantar barang-barang dan menunggu aku mencari dompet untuk mengamati aku. Sangat mungkin.

Kocokkan tangannya yang membuat otot kemaluannya semakin mengencang. Dan lihat.. Duuhh.. sungguh perkasa. Aku taksir kira-kira panjangnya 2 kali genggaman tangannya. Itu nampak saat dia menarik ke belakang dan melepas ke depan genggamannya. Dan bulatan batangnya, sepertinya dia sedang menggenggam pisang tanduk. Aku sangat terpesona. Aku tak mau mengedipkan mataku. Aku sedang benar-benar meyaksikan sensasi. Kulihat kembali wajahnya yang menyeringai menahan nikmat tengadah ke langit-langit kamar mandiku. Sementara tangannya yang terus mengocok ritmis dengan tempo yang semakin cepat.
Dan kusaksikan kini detik-detik seorang pria meregang karena orgasmenya. Dengan sedikt teriakkan kecil, dia meregangkan tubuhnya hingga seperti busur yang melengkung ke belakang. Sementara penisnya yang begitu tegak dan tegar lurus ke arah depan menampakkan kepalanya yang bulat licin berkilatan karena menahan tekanan darah dari dalam. Dan aku sedikit tersentak kaget saat tiba-tiba kusaksikan puncratan pertamanya. Spermanya muncrat seperti peluru yang di tembakkan kearah dinding kamar mandiku. penis itu mengangguk setiap memuncratkan cairan kental dan pekatnya. Kusaksikan ada sekitar 7 kali penis itu mengangguk dan memuncratkan spermanya. Ternyata begitu banyak kandungan sperma abang ini.

Sesudahnya nampak si abang dengan lunglai bersandar kedinding untuk istirahat sejenak. Mungkin energinya tersedot habis. Aku bergegas bangkit dan kembali ke kamarku sebelum dia memergoki aku.
Saat aku keluar dia masih juga di kamar mandi. Kesempatanku untuk membuatkan dia teh panas manis. Sikapku wajar-wajar saja saat dia muncul dari pintu kamar mandiku.
"Ayo, Bang, minum dulu..," kutawarkan minumannya dan kuberikan upah becaknya. Kuperhatikan sepintas, dia sepertinya seseorang yang telah berlega karena telah melepas bebannya. Dan aku juga berpikir pasti dia melakukan onani sambil membayangkan nikmatnya menyetubuhi aku. Aku kembali terbakar syahwatku.

Berhari-hari berikutnya peristiwa itu selalu lekat dalam pikiran dan hatiku. Sering timbul rasa sesalku, kenapa tak kutahan saja dia untuk kemudian kuajak ke ranjangku. Aku membayangkan bagaimana buasnya dia melahap diriku. Aku sangat mendambakan bagaimana rasanya saat penisnya menembus kemaluanku. Tentu G-spotku akan menjemputnya dengan penuh kegatalan yang amat sangat. Tentu aku akan meraih orgasme beruntun dari si abang ini. Yang aku sesalkan juga, aku tidak menanyakan namanya. Aku pastikan pada setiap kali belanja aku akan mencari dia untuk membantuku nanti.

Sebenarnya sih, saat ini belum tanggalnya aku belanja. Baru seminggu yang lalu aku ke toko agen. Tetapi ah.. mungkin aku sudah nggak bener lagi nih. Aku pengin banget ketemu itu si abang becak itu. Aku bener-bener kesengsem dengan kemaluannya. Aku nggak lagi berpikir pantas atau tidaknya orang ayu macam aku, terpelajar dengan suaminya yang insinyur kok merindukan tukang becak. Apakah syahwat itu memang demikian hebat kekuatannya hingga bisa merubah cara pandangku mengenai kenikmatan syahwat. Aku sudah ditelan sikap masa bodoh. Aku tak merasa wajib untuk lagi menempatkan yang namanya martabat atau harga diri dalam kaitan syahwat ini. Lihat saja tontonan VCD itu. Bukankah mereka cantiknya luar biasa. Dan juga nampak terpelajar dan bermartabat.

Mereka melakukan kesenangan seksualnya di tempat-tempat yang amat mewah, di atas mobil mewah, di dalam apartemen yang mewah, bahkan di atas kapal-kapal pribadi yang mewah juga. Dan lihat pasangan prianya, disamping yang juga nampak terpelajar ada juga yang bertampang pekerja kasar. Bukankah "contrastistic' itu juga menjadi salah satu konsep mengenai indah atau keindahan. Terus terang aku memang mencoba mencari pembenaran atas sikap dan tingkah lakuku ini. Dan akhirnya aku berangkat juga pergi belanja yang ke 2 untuk bulan ini.

Aku nggak tahu mesti beli apa. Semua kebutuhan bulananku sudah kudapatkan mingu lalu. Akhirnya aku beli saja lagi beberapa barang yang bisa disimpan lama, sabun, shampoo, pasta gigi atau obat nyamuk. AKu nggak sempat memperhatikan taoke yang selalu menikmati kehadiranku di tokonya. Aku ingin cepat selesai dan pulang. Aku ingin secepatnya menemui si abang becak itu.

Di jalanan tempat pangkalan becak aku tak langsung bisa menjumpai abang becakku. Aku tak berani tanya ke mereka untuk menghindarkan kecurigaan. Ah, itu dia.. baang.., dari kejauhan aku melambaikan tanganku. Dia tahu. Dan tanpa ba bi Bu aku langsung naik saat becaknya mendekat. Woo.. aku sedikit terlupa.
Bukankah belanjaanku kali ini amat sedikit untuk dia bantu memasukkan ke rumah nanti. Ah, sudahlah, bagaimana nanti saja..

Sesampai di rumah aku bilang, "Masuk dulu, Bang, aku ambil uang dulu."
Aku berlagak seakan uangku kurang dan perlu ambil dari rumah.
"Ayoo, masuk," ajakku lagi setelah kulihat dia agak ragu karena nggak ada barangku yang mesti dia panggul. Ahhirnya kembali dia kuajak untuk duduk di kursi makan dekat dapur. Kini aku berpikir bagaimana memulai segalanya yang selama 7 hari terakhir ini sangat kudambakan.
"Bang, siapa namanya? Minum dulu ya? Nggak buru-buru khan?," aku berusaha beramah-ramah dan membuatkan minuman tanpa menunggu jawabannya. Aku ingin dia tinggal lebih lama. Aku berusaha mengulur-ulur waktunya.

"Nama saya Darius, Bu. O, ya, boleh saya ke toilet ya, Bu?,
"Silahkan."
Nah, rupanya dia kebelet juga. Pasti ingin mengulang kembali onani di kamar mandiku. Tentu hal yang sangat membuat aku gembira. Syahwatku langsung syurr.. naik. Kupercepat adukan teh manisnya. Aku pengin cepat mengintip lagi.

Dan aku mendapatkan pemandangan indahku kembali. Dia benar-benar melakukannya lagi. Yang aneh, kali ini dia justru menghadap ke pintu dengan ujung kemaluannya tepat di belahan papan pintu. Aku jadi curiga. Adakah dia tahu aku mengintip?! Dan sekarang ini dengan sengaja dan berani menghadapkan kemaluannya langsung ke celah pintu yang seakan menantang aku. Duh, lihatlah.., demikian dekat ke celah ini. Oohh.. Bang Dariuuss.. gede bener sih penismuu..

Tangannya mengurut-urut dengan indahnya. Desah-desahnya mulai kedengaran seiring nafasku yang memburu. penis itu seakan nempel di wajahku. Rasanya aku bisa menangkap baunya. Bau penis lelaki sebagaimana bau kemaluan suamiku juga. Hanya yang ini demikian lebih jauh merangsang birahiku. Tanganku kembali meremasi buah dadaku. Adegan ini edan dan sekaligus lucu. Aku jadi membayangkan seandainya ada sutradara VCD komedi porno.

Sambil terus meremasi susuku kunikmati benar pemandangan ini. penis itu semakin membesar dan mengkilat. Nampak urat-uratnya melingkar-lingkar kasar di sepanjang batangnya. Kemudian aku menyaksikan cairan birahinya mulai membasahi ujungnya. Pada lubang kencingnya nampak ada titik bening yang kemudian meleleh. Bang Darius mengocok semakin cepat. Cepat, cepat..

Akhirnya kusaksikan kembali spermanya muncrat. Kali ini tepat menembaki celah-celah sambungan papan pintu ini. Walaupun tidak terlempar keluar pintu, sperma itu nampak bening kental mengalir turun di celah itu. Aku cepat bangkit menghindar agar tidak kepergok. Dengan setengah lari kecil aku menuju ke dapur, mengambil cangkir tehnya. Kusajikan tepat saat dia muncul di pintu. Aku senyum yang dia juga balas dengan senyum dari mukanya yang ber-rona kemerahan. Dia nampak kembali meraih kelegaan dari beban syahwatnya yang tersalur.

Kali ini aku sudah bertekad untuk mengulur waktu agak dia bisa tertahan lebih lama sambil mencari peluang untuk kemungkinan lebih jauh. Aku ajak ngobrol. Dengan penuh maklum karena pendidikannya yang rendah, demikian perkiraanku, aku lemparkan dialog yang gampang-gampang saja. Di mana tinggalnya, istrinya, berapa anaknya, sudah berapa lama narik becak dan sebagainya. Dia nampak sangat santun, atau malu barangkali, omongannya secukupnya saja. Tetapi ada satu hal yang kulihat dari matanya. Dia nampak sangat menikmati kehadirannya dekat dengan aku ini. Matanya itu sering mencuri pandang pada tubuhku. Kusaksikan beberapa kali dia begitu melotot melihat belahan dadaku. Kemudian ketiakku, yang memang saat itu aku sedang memakai blus "u can see." Aku yakin dia pengin banget melahapku.

Hal ini mendorongku untuk beraksi lebih banyak. Terkadang sambil ngomong aku menunjuk sesuatu sehingga lengan dan ketiakku menjadi lebih terbuka. Atau aku berdiri, berjalan atau merunduk atau membelakang. Aku sepertinya benar-benar peragawati yang ingin menampillkan bagian-bagian tubuhku yang sensual ini. Sesudah sekian lama ngobrol sana-sini, tak juga kudapatkan perkembangan yang berarti pada pertemuan ini. Yang kulihat hanyalah wajah bengong si abang. Mungkin karena onaninya tadi membuat birahinya tak lagi begitu menyala. Aku mesti rela untuk menunda bayangan nikmat syahwatku. Bang Darius pulang sesudah menerima upahnya. Sebagai pelarian hari itu aku mendapatkan kepuasan dengan masturbasi. Dari lemari es kukeluarkan simpanan ketimun besar dan panjang. Kira-kira sebanding dengan kemaluan Bang Darius. Kurendam ke air hangat agar menjadi hangat. Aku masturbasi dengan ketimun itu sambil membayangkan penis Bang Darius menembusi memekku. Ah. nikmatnya.. Orgasmeku kudapatkan beruntun-runtun.

Tiga hari kemudian aku kembali dilanda sepi dan rindu pada Bang Darius. Aku mesti kembali belanja ke toko agen itu. Aku sudah menyiapkan apa yang mesti kubeli. Apapun, pulangnya aku harus diantar Bang Darius. Kali ini aku ingin bisa meraih lebih banyak dari sebelumnya. Aku mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan agar hal itu bisa terwujud. Mungkin kuncinya berada di aku. Aku harus lebih berani. Yang kuhadapi adalah orang dari klas sosial yang berbeda. Kalau Bang Darius merasa rendah diri di depanku itu adalah wajar. Aku yang seharusnya memulai. Aku harus agresif. Benarkah itu?! Bisakah aku?

Encik istri taoke pemilik toko heran aku memborong belanjaan lagi. Ah, masa bodoh, itu urusanku. Aku bilang kalau saudaraku minta dibeliin ini itu di tokonya karena harganya miring. Encik senang mendengarnya. Saat pulang Bang Darus sudah menunggu dengan becaknya. Itu memang sengaja aku atur. Aku nggak mau terjadi saat selesai belanja, dia sedang pergi karena mengantar orang lain. Dia angkati barang-barangku dan menyusul aku naik ke becaknya. Kali ini kami telah akrab. Sepanjang jalanan kami banyak ngobrol.

Sesampai di rumah, tanpa aku minta lagi dia langsung menurunkan dan memanggul barang-barang untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Dan tanpa kusuruh lagi dia menunggu aku duduk di kursi makan itu. Tanpa memberikan tawaran, aku juga langsung membuatkan teh manis untuknya. Bahkan aku juga menyediakan makanan kecil. Aku akan tahan dia lebih lama lagi. Kali ini dia tidak minta ijin ke toilet. Barangkali dia malu setiap ke rumahku kok selalu ke toilet.

Kami kembali ngobrol. Hari ini sengaja aku memakai busana yang lebih "hot." Blusku lebih banyak memperlihatkan belahan dada dan ketiakku. Aku pakai jeansku yang hanya sampai ke lututku, sehingga disamping menampilkan pantatku yang seksi betisku yang ranum mulus nampak sangat menggoda. Aku sudah bertekad untuk lebih agresif padanya. Aku akan lebih banyak bergerak untuk memperlihatkan bagian-bagian sensual tubuhku. Aku sudah siapkan cara kuno. Aku akan pura-pura kepleset dan minta Bang Darus menolong aku. Kakiku akan kesleo dan dia akan memberikan urutan. Tentu saja di atas ranjangku. Aku akan mengaduh atau merintih kesakitan dengan irama dan nada yang erotis banget. Aku benar-benar siap membuat jebakan untuknya. Dan kini harus kumulai. Aku masuk ke kamarku dengan penuh tekad..

Dan sesaat kemudian.. brukk.. aku menjatuhkan diriku ke lantai,
"Aduuhh.. Bang.. tolongiinn..," aku berteriak minta tolong.
Kudengar suara kursi yang ditarik berderit dan dengan langkah terburu Bang Darius telah muncul di pintu yang kemudian dengan cepat jongkok meraih aku. Aku berteriak kesakitan, seakan tidak mampu berdiri. Dia raih punggungku pelan kemudian pahaku. Dia angkat aku untuk direbahkan ke ranjang.
"Kenapa, Bu?," tanyanya nampak panik.
Aku tidak menjawab kecuali aku terus merintih setengah menangis sambil memegangi sendi kakiku untuk menunjukkan bahwa kakiku kesleo. Aku lihat dia mau membantu mengurut tetapi ragu. Dia khawatir dianggap kurang ajar.
"Adduuhh.. tolongi aku Bang, sakiitt..," baru sesudah rintihanku itu dia berani memeriksa kakiku.
"Kesleo, ya, bu?!" kemudian membantu menguruti kakiku.
Duuhh.. nikmatnyaa.. Sepintas hidungku menangkap aroma tubuhnya. Tubuh dari lelaki yang gempal, penuh keringat dan sangat seksi ini menebarkan bau kejantanannya. Tangan-tangannya yang kurasakan sangat keras dan kasar itu terus mengurut pelan sendi kakiku. Dan hasilnya adalah darah syahwatku yang melonjak panas. Sampai disini skenarioku berjalan mulus.
Aku sudah memasuki tahap tak akan mundur lagi dalam memenuhi nafsu libidoku. Aku harus teruskan permainan sandiwara ini. Dengan setengah menutup mata sambil memegangi betis aku terus menangis dan mengaduh-aduh, atau lebih tepatnya mendesah-desah sambil berguling menggeliat-geliat di kasur. Kadang tengkurap, setengah tengkurap atau telentang. Aku yakin suguhan pemandangan ini akan langsung menggoda saraf birahi Bang Darius.

Kurasakan urutan tangannya tersendat. Diperlukan minyak untuk pelicin. Dari meja rias di sebelah ranjangku kuraih 'baby oil' yang sering kupakai untuk membersihkan lubang kuping.
"Pakai ini Bang..," kusodorkan padanya agar urutannya lancar sambil terus mengeluarkan rintihan yang membuat iba pendengarnya. Walaupun nampak sangat bingung, rupanya soal urut mengurut tidak terlampau susah bagi Bang Darius ini. Mungkin di rumahnya dia juga sering mengurut anak atau istrinya. Dengan minyak yang kusodorkan dia mengurut lebih nikmat.

"Yaa, enak, baang.. teruss," rintihku yang sengaja kuperdengarkan dengan nuansa kemanjaan dan sangat erotis. Aku tahu pasti, mendengar rintihanku ini Bang Darius akan sesak nafas menahan syahwatnya. Dan itu kurasakan ketika urutan tangannya mulai melebar dan naik ke arah betisku. "Biar cepat baik, Bu," kudengar bicaranya bergetar.
"Iya, Bang, enakan disituu..," aku terus mendorongnya sambil mengeluarkan jurus menggeliat-geliatkan pinggul dan pantatku serta menaburkan erangan dan rintihan erotisku secara berkepanjangan.

Dan aku mulai merasakan hasilnya. Tangan Bang Darius merambah lebih lebar lagi. Dia sudah meraih lututku. Aku sendiri semakin terbakar oleh birahiku.
"Ah.. Bang Darius.. yaa.. enaakk.. teruss.. baang.. Enaakk..'.
Dengan tetap setengah menutup mata aku meliuk menambah gelombang geliatan pada pinggul dan pantatku. Aku rasa Bang Darius sudah tak lagi konsentrasi untuk menyembuhkan aku. Aku merasakan pijatannya sudah berubah menjadi remasan-remasan. Aku pastikan bahwa Bang Darius sudah masuk jeratku saat tangannya mulai menjamah pahaku dan kemudian naik hingga pangkal pahaku. Dan akhirnya..

"Buu.., Bu Ayuu.. Ayyuu..," tiba-tiba kudengar suranya yang semakin bergetar memanggil manggil namaku. Ah, dari mana dia tahu namaku. Aku tidak menjawab kecuali meneruskan rintihanku.
Dan memang Bang Darius tidak menunggu jawabanku. Dia langsung rebah keranjang menindih tubuhku, kemudian dengan tangannya langsung menjemput pinggulku, meraih dan memeluki aku dengan kedua tangan kasarnya. Didekapkannya tubuhku ke tubuhnya. Kurasakan gumpalan dadanya melekat di dadaku. Tak ayal lagi aku langsung sambut pelukannya. Kuraih bahunya yang gempal itu.
"Baanng..," dengan tak tertahankan aku menjemput bibirnya untuk aku pagut dan lumati. Uuhh.. akhirnya kudapatkan bibir dan lidah yang kasar ini.

Seperti singa liar, Bang Darius menyambut lumatan hausku dengan buas. Bibirnya menyedot bibirku. Tangannya yang penuh otot itu langsung turun kebawah untuk menjamah dan meremas-remasi vagina di balik jeans-ku. Saat bibirnya kulepaskan dia meliar ke leherku. Dia sedoti kulit leherku. Jangan .., nanti keluar cupang. Tetapi nikmat yang kurasakan membuat aku tak mampu mengelak dan Bang Darius tak lagi mendengarku. Yang dia dengar kini hanyalah syahwat hewaniahnya yang buas itu. Dari leher dia turun ke dadaku. Dia renggut blusku dengan kasar hingga kancing-kancingnya putus lepas. Dia tenggelamkan wajahnya ke belahan dadaku. Dia menciumi buah dadaku dan menyedoti puting-puting susuku. Aduuhh, luar biasa nikmat yang kutanggung ini.. Aku langsung terlempar ke awing-awang dan tak lagi menyadari bahwa aku masih istri Mas Surya itu. Rasanya aku terbawa gelombang tsunami yang menghempas-hempaskan sanubariku di karang-karang terjal pantai kenikmatan. Aku remuk redam dalam nikmatnya syahwat. Ayoo, baang.. teruss.. jamah seluruh tubuhkuu bang.. teruus..

Sambil terus melumat susuku, dengan tak sabarnya dia lepasi celana jeans sekaligus celana dalamku. Dan dia lepasi pula celananya sendiri. Kulihat sepintas penisnya yang super itu langsung lepas terayun-ayun. Aku menggigil membayangkan apa yang akan dia lakukan padaku.
Mungkin seorang macam Bang Darius ini tak lagi perlu 'foreplay' yang romantis. Begitu aku bugil dia langsung terkam aku. Dia kuak pahaku dan tubuhnya masuk di antaranya. Kemaluannya yang mengayun-ayun itu di pegangnya dan langsung di arahkan untuk menembusi vaginaku. Ternyata aku merasakan nikmat atas kekasarannya itu. Sambil dia tekan kemaluannya ke vaginaku kembali bibirnya menjarah buah dadaku dan menggigit-gigit pentil-pentil susunya. Duh, nikmat tak tertanggungkan. Aku menggelinjang dan merintih penuh manja. Darah birahiku memang telah menyala berkobar-kobar.

Bagiku 'foreplay'ku sudah berlangsung berhari-hari sebelumnya. Kini yang aku dambakan memang selekasnya kemaluan Darius yang super itu masuk meretas dinding-dinding vaginaku yang sudah telah lebih 3 minggu menunggunya. Sepertinya aku dilanda kehausan yang amat sangat. Aku kuak sendiri lebih lebar pahaku untuk memberi kesempatan kemaluan Darius cepat menemukan dan menembus gerbang vaginaku.

Dan..,
"Ooohh, Baanng.. Aku rindu Abaang.. Aku rindu kamu bang.. Aku rinduu..
Kemaluan itu bergocek menggelitik bibir-bibir vaginaku. Kepala penisnya yang bulat besar itu tidak mudah menembus gerbang vaginaku yang sempit. Kulihat dengan tak sabarnya Bang Darius meludahi tangannya untuk mengusapkan pelicin pada bibir vaginaku. Dan setelah beberapa kali saling tekan dan dorong, penis Bang Darius itu berhasil.. blezz.. merambah bibir vaginaku, tembus untuk langsung dijepit dinding-dinding vaginaku. Daging besar yang hangat milik Bang Darius telah masuk ke perangkapnya. Dinding vaginaku mencengkeram untuk tak melepaskannya. Aku merasakan vaginaku mengempot-empot seperti hendak menghisap habis darahnya. Sensasi nikmat yang luar biasa telah melandaku.

Duhh.. surga duniaa.. Rasanya aku ingin pingsan untuk mengabadikan kenikmatan tak bertara ini. penis Darius terus melesak menyodok gerbang rahimku. Aku menjerit kecil. Dia menekan sedikit lebih menyodok lagi. Aku kembali menjerit .

Pada tarikan pertamanya kurasakan seakan batang panasnya itu meninggalkan sejuta rama-rama yang menebari saraf-saraf peka pada dinding vaginaku. Kegatalan pada seluruh permukaan dinding membuat cengkeraman vaginaku akan terasa sangat legit pada batang kemaluan Bang Darius. Dia melenguh hebat sambil menggigit leherku. Aku kembali menjerit sekaligus menggeliat dan goyangkan pantatku yang enggan..

Itulah pola awal yang seterusnya menjadi gerakan ritmis pompaan kemaluan Bang Darius pada vaginaku. Saat Bang Darius menusuk, vaginaku menjemput dan melahap lebih dalam. Saat Bang Darius menarik, vaginaku mencengkeram seakan menahannya. Gerakan ritmis itu berulang ratusan kali sambil bibir-bibir kami terus menerus saling sedot atau gigit.

Dan kini aku mulai merasakan seluruh saraf-sarafku mulai merangkak menapaki jalan menuju puncak-puncak kenikmatan syahwat. Keringatku yang mulai mengucur deras membuat Bang Darius semakin gencar melangsungkan pompaannya. Desahan dan rintihan nikmatku memacu Bang Darius untuk terus melahapi puting susuku, leherku, ketiakku, buah dadaku. Aku sudah membayangkan ciuman-ciuman buas Bang Darius ini akan meninggalkan cupang-cupang yang bertebaran di tubuhku. Bagaimana aku mesti berhadapan dengan Mas Surya, soal nanti sajalah..

Penis Bang Darius yang keluar masuk semakin liat dan legit kurasakan dalam cengkeraman vaginaku. Dan kini aku benar-benar berada di ambang puncak itu.
"Ampuunn.. Baanng.., ampuunn.. Baanng.., teruus Bang.. aku nggak tahaann.."
Bang Darius tahu apa yang akan kudapatkan. Dia terkam, jilat dan sedoti ketiakku dengan lebih ganas. Rupanya dia betul-betul bernafsu dengan ketiakku ini.

Dan akibatnya rasa yang kualami sungguh luar biasa. Rasa macam itu tak pernah kuraih saat aku tidur dengan suamiku, Mas Surya. Rasa yang luar biasa itu adalah datangnya orgasmeku secara merambat dalam mendekati klimaksnya. Sepertinya nikmat merambat menjalari setiap urat-urat bagian tubuhku. Rambatan nikmat itu mengarah menuju ke titik pusat yaitu wilayah vaginaku. Kondisi itu membuat aku secara refleks bergelinjangan dan meliuk-liukkan tubuhku bak ulat sutra yang bergelut. Tentu saja hal itu semakin membuat syahwat Bang Darius menggelora. Dengan sepenuh energinya dia terus menimba kenikmatan dari gelinjang dan liuk tubuhku.

Dan ketika akhirnya orgasmeku datang, Bang Darius tak mampu menahan emosiku. Cakar-cakarku langsung menancapkan kukunya ke punggungnya hingga meninggalkan goresan luka. Orgasmeku yang datang itu menerjang kesadaranku. Aku sepertinya tercekik dengan nafasku yang tersengal-sengal terlanda nikmat yang amat sangat. Hal itu berlangsung berdetik-detik, secara beruntun. Sampai-sampai aku seperti orang kesurupan menghentak-hentakkan kepalaku ke bantal. Rambutku terlempar-lempar awut-awutan.

Sementara itu, ternyata orgasme Bang Darius juga datang menyusul. Oleh karenanya dia sama sekali tidak mengendorkan pompaannya. Semakin tajam, semakin kuat dan cepat penisnya terus merangsek ke dalam vaginaku.. hingga meledaklah cairan panas yang menyemprot dan meluberi vaginaku. Seperti kuda jantan yang membuahi betinanya dia menggeliat dan mendongakkan kepalanya sambil mengeluarkan teriakan histeris. Berliter-liter spermanya tumpah hingga membuat vaginaku kuyup dalam cairan lendir kental itu.

Klimaks yang datang bersama-sama itu benar-benar menguras seluruh tenaga kami. Pada saat segalanya usai kami langsung rubuh bersama. Tubuh-tubuh telanjang kami terkapar melintang di ranjang. Yang kemudian terdengar hanyalah nafas-nafas panjang dari aku maupun Bang Darius. Kami sangat kelelahan. Aku langsung diserang rasa ngantuk yang luar biasa. Aku masih merasakan ciuman-ciuman terakhir Bang Darius sesaat setelah klimaks bersama tadi. Sesudah itu aku tertidur tanpa ingat apa-apa lagi. Sesaat aku terbangun meraba Bang Darius di sebelahku. Ternyata dia sudah bangun lebih dahulu. Rupanya dia langsung pulang tanpa membangunkan aku yang demikian pulas tertidur.

Jangan tanya keadaan ranjangku. Sesudah semuanya selesai baru kusadari betapa pertarungan kami itu benar-benar memporak porandakan ranjangku. Seprei tempat tidurku telah terbongkar. Bantal dan gulingku terlempar ke lantai. Pakaian kami terlempar entah kemana.

Aku cepat bangun dan mandi. Kubersihkan kemaluanku dari lumuran sperma Bang Darius. Kemudian kurapikan kembali kamarku. Aku ganti seprei dan sarung bantalnya. Aku pastikan tak ada lagi jejak-jejak yang akan mengundang kecurigaan suamiku. Untuk menutupi cupang-cupang di dadaku aku cukup pakai baju yang rapat. Yang membuat aku agak panik adalah cupang di leher. Akhirnya aku putuskan untuk berpura-pura terserang batuk sehingga aku selalu menggunakan selendang penutup leher. Ternyata cupang-cupang itu baru hilang sesudah 4 hari.

Beberapa hari sesudah peristiwa itu, aku banyak melamun. Aku membayangkan kembali nikmat luar biasa yang kudapatkan dari Bang Darius. Rasa sesak vaginaku saat mencengkeram kemaluannya sungguh tak bisa kulupakan. Rasa legit saat cairan birahiku mulai membasah untuk mengiringi pompaan kemaluan Bang Darius benar-benar tak pernah kuraih dari Mas Surya.

Sejak hari itu aku tak pernah jumpa lagi dengan Bang Darius. Menurut temannya dia telah pulang ke kampung. Dia menggarap sawah warisan orang tuanya. Aku sedikit menyesal karena pada hari itu aku nggak sempat membayar upahnya.

Terus terang aku akui, berbulan-bulan sesudahnya aku dilanda rasa sepi. Kepuasan seksual semakin sulit kudapatkan dari suamiku. Tentu saja aku tidak mungkin terjun menjadi perempuan haus seks yang bisa kuraih dengan mudah karena kecantikan dan sensual yang kumiliki. Aku ingat pada kata-kata seorang teman, bahwa kepuasan seksual tak akan habis-habisnya kecuali seseorang telah memahami makna dari kepuasan itu.

Kini aku mencoba belajar memahami kata-kata itu. Dan rupanya Mas Surya sangat peduli padaku. Dia memiliki kepekaan dan bisa membaca bahwa aku sedang bermasalah. Pada saat dia mendapatkan cuti dari kantornya yang selama 1 bulan perusahaannya juga memberikan bonus berupa pilihan tamasya ke kota-kota dunia. Mau ke New York, Paris, Tokyo atau kota dan negeri lain. Sesudah mempelajari tempat-tempat tujuan dari berbagai brosur yang kami dapatkan dari agen perjalanan akhirnya kami memilih tamasya safari ke Serengeti, taman nasional di Afrika. Tempat itu sangat eksklusive.

Mungkin tidak menarik bagi turis populer. Kami menikmati pemandangan alam yang sungguh fantastis saat matahari terbit maupun tenggelam. Kami langsung menyaksikan kehidupan binatang liar banteng, singa, jerapah, cheetah dan sebagainya di alamnya yang sejati. Selama lebih dari 20 hari kami tidur di pondok-pondok pedalaman Afrika itu. Kami makan makanan asli setempat yang tentunya sudah diolah dengan standar makanan yang baik, karena pondok itu dikelola oleh jaringan hotel internasional. Kami tidak menonton TV dan tidak berhubungan telepon dengan dunia luar untuk lebih mendapatkan dan menghayati suasana yang benar-benar alami selama kami tinggal.

Dan yang hebat, aku dan Mas Surya merasakan sebagai bulan madu kami yang kedua. Aku bisa meraih kembali kegembiraanku sebagaimana kegembiraan sebelum menonton VCD di tempat Mbak Sari itu. Kini kusadari betapa Mas Surya telah sepenuhnya menunjukkan kemampuannya sebagai lelaki sejati. Berkali-kali aku berhasil meraih orgasme pada setiap hubungan seksual bersamanya. Saat pulang aku sepertinya lahir kembali ke dunia. Mampu memandang hari depan yang penuh cerah dan kegembiraan. Jauh dari sekedar mengejar kepuasan dunia.

*****LARA:

rumah kontrakan


Larsih, 26 tahun dan suaminya Tono, 32 tahun.
tinggal di rumah petak kontrakan di samping kanan kamar pasangan suami isteri Mas Diran, 38 tahun dan Murni, 28 tahun.
Dan disamping kirinya tinggal Mak Sani, janda tua 64 tahun,
yang tinggal sendirian karena anak-anaknya sudah pada menikah dan berada di tempat lain.

Pasangan Larsih dan Tono serta para tetangganya itu tinggal di deretan petak-petak rumah kontrakan di bilangan kota Bekasi. Ada sekitar 3 atau 4 rumah petak lain yang sejenis juga tersebar di sekitar rumah yang ditempati Larsih dan Tono itu. Rumah-rumah itu rata-rata berbentuk bangunan panjang sederhana dengan deretan petak ruang-ruang kamar ukuran 3 X 6 m2. Dalam ruang yang sempit itu para penghuninya melakukan berbagai kegiatan rumah tangganya. Fungsi dapur, kamar tidur dan ruang keluarga atau ruang tamu saling silih berganti sesuai kebutuhan.

Antara petak satu dengan lainnya hanya dibatasi oleh dinding tipis yang terbuat dari tripleks. Dinding itu telah banyak mengelupas di sana-sini. Pada beberapa bagiannya bahkan juga ada lubang-lubang sehingga bukannya tidak mungkin tetangga yang satu mengintip tetangga lainnya.

Secara berkala Larsih dan Tono menempelkan kertas koran di sana sini pada dindingnya untuk menutupi bolong-bolong itu sebelum mereka mengecatnya. Dengan dinding macam itu, untuk saling tegur sapa antar tetangga mereka tak perlu secara khusus berhadapan atau keluar rumah. Mereka sudah terbiasa lempar omongan diantara dinding-dinding itu. Sambil melakukan kegiatan sehari-hari mereka bisa saling bicara dari tempat masing-masing. Mereka ini memang orang-orang yang mudah dengan cepat menyesuaikan diri dan terbiasa menghadapi hidup yang serba kekurangan di tengah kota besar macam Bekasi itu.

Akan halnya keluarga Larsih, Tono suaminya bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan angkutan. Hampir setiap hari dia berangkat kerja dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pada pukul 7 malam. Maklum dia menggunakan kendaraan umum yang apabila kesiangan di pagi hari akan kena macet di jalanan sehingga berakibat terlambat sampai di kantor. Sebaliknya pada saat pulang tidak mudah mendapatkan tempat di bus kota yang berjubel itu. Dan tentu saja hampir setiap hari pula Larsih harus sibuk sendirian di rumah. Sesekali dia ngobrol sama Mak Sani atau tetangga lain untuk sekedar membuang rasa bosan.

Adapun tetangga samping kirinya, Mas Diran dan istrinya Murni, adalah juga orang-orang yang sibuk. Mas Diran bekerja sebagai Satpam di kompleks pergudangan Bekasi. Dia bekerja bergilir, seminggu tugas malam, dari pukul 6 malam hingga pulangnya pukul 6 pagi, kemudian seminggu berikutnya tugas siang dari pukul 6 pagi hingga pulangnya pukul 6 malam. Istrinya, Murni bekerja sebagai perawat di rumah sakit bersalin di bilangan kecamatan tidak jauh dari rumahnya.

Jadi pada waktu-waktu tertentu di siang hari rumah Mas Diran dan Murni kosong selama satu minggu karena Mas Diran kebetulan kena giliran jaga di siang hari. Dan pada minggu lainnya sesekali Larsih melihat Mas Diran yang sedang santai di rumahnya karena kebagian gilir jaga di malam harinya.

Begitulah kehidupan per-tetangga-an mereka selama berbulan-bulan hingga.. Terjadilah peristiwa dan cerita ini..

Peristiwa dan cerita yang penuh nafsu syahwat birahi, yang akan merubah suasana dan situasi kehidupan mereka yang tinggal di deretan rumah kontrakan sederhana itu. O, ya.. Aku lupa. Perlu aku jelaskan bahwa untuk keperluan mandi, mencuci dan kakus pada mereka tersedia tempat dan fasilitasnya untuk digunakan bersama. Secara bergantian tentunya. Dan di situlah terjadi saling ketemu, saling tegur dan saling pandang antar tetangga satu sama lainnya.

Dan dari sini pulalah awal dari segala peristiwa dan cerita ini..

Larsih adalah perempuan yang suka sibuk. Dia tidak mau diam. Selalu ada yang dia kerjakan. Disamping setiap hari dia membersihkan dan merapikan rumahnya yang kecil itu Larsih juga senang memasak dan mencuci pakaiannya atau pakaian suaminya. Hampir banyak waktunya dia habiskan di dapur dan tempat mandi dan cuci.

Dan tentu saja tetangganya, dalam hal ini Mas Diran justru sering melihat dan berjumpa Larsih di tempat ini. Pada saat dia kena gilir jaga malam se-siang hari Mas Diran yang sendirian karena istrinya lagi kerja banyak keluar masuk di tempat mandi dan cuci ini. Karena seringnya bertemu berdua saja, mau tidak mau seringlah terjadi saling tegur sapa antara Larsih dan Mas Diran. Tidak bisa dipungkiri bahwa Larsih yang baru 26 tahun itu memiliki daya tarik seksual yang lumayan. Ibarat kembang Larsih ini sedang mekar-mekarnya dan ranum.

Semerbak bau dan tampilan tubuhnya bagaikan madu yang mampu membuat mabok para kumbang dan kupu-kupu. Tubuhnya yang nampak 'getas' dengan tingkahnya yang gesit membuat dia demikian mudah memancing syahwat para lelaki normal yang melihatnya. Dan tentu saja syahwatnya Mas Diran yang juga lelaki normal itu. Diam-diam selama ini Mas Diran memang selalu memperhatikan sosok Larsih. Dia cukup 'kesengsem' dengan istri tetangganya itu.

Dan dari waktu ke waktu Mas Diran sering dan semakin merasa sepi saat tidak bisa menyaksikan Larsih berada di tempat mandi dan cuci. Dia jadi gelisah. Mondar-mandir atau mengintip ke belakang di tempat mandi cuci itu. Tak dipungkiri bahwa Mas Diran suka membayangkan betapa nikmatnya kalau bisa berasyik masyuk dengan Larsih.

Dia melihat banyak kelebihan Larsih dari istrinya Murni. Dia melihat dan mambayangkan betapa Larsih akan sangat 'panas' saat berada di ranjang. Dia bisa merasakan bagaimana perempuan dengan betis kecil dan dada yang bidang macam Larsih itu akan menjadi kuda betina liar yang terus meringkik kehausan saat bergelut di ranjang. Mas Diran juga membayangkan bagaimana susu Larsih yang belum melahirkan anak itu akan menjadi kenyal saat mendapatkan sentuhan atau sedotan dari lidah atau bibir lelaki. Susu yang pada saat kena sentuhan birahi akan membuat putingnya naik terangkat dan mencuat ke depan. Warnanya yang merona merah akan sangat menantang seseorang untuk mendekatkan bibirnya dan menghisapinya.

Mas Diran tidak bisa mengelakkan penisnya yang selalu ngaceng saat membayangkan pesona Larsih yang istri tetangganya itu. Akan halnya Larsih sendiri, dia menyadari dan tahu bahwa dirinya termasuk seorang perempuan yang memilik pesona seksual. Banyak lelaki dan khususnya Mas Diran yang tetangganya itu sering kepergok saat memperhatikan tubuh indahnya.

Beberapa kali, atau sering kali dia mencuri pandang dan melihat bagaimana Mas Diran melotot matanya melihat tampilan dirinya. Sebagai perempuan muda, Larsih tidak menutupi kebanggaannya saat ada lelaki, siapapun dia, yang menunjukkan ketertarikan atau kekaguman pada dirinya atau pada tubuhnya. Bukankah itu merupakan semacam pengakuan dari para lelaki bahwa dirinya cantik, menarik dan pantas dikagumi? Dan Larsih termasuk perempuan yang selalu haus pengakuan macam itu.

Walaupun Tono suaminya tak pernah berhenti memuji kecantikannya dia masih juga senang saat ada lelaki lain yang memperhatikan dengan penuh nafsu pada bagian-bagian sensual tubuhnya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan tulang pipinya yang tinggi dan membuatnya nampak manis itu. Dia tahu Mas Diran sangat suka mempehatikan bibirnya saat dia sedang berbicara apa saja. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan lehernya yang jenjang dan bahunya yang lebar, seakan menunggu kesempatan kapan untuk bisa mendaratkan lidah dan bibirnya di atasnya.

Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan celah di antara buah dadanya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan ketiaknya saat menjemur pakaiannya. Dia tahu Mas Diran suka memperhatikan pantatnya yang seksi saat dia nungging menyapu lantai tempat mencuci. Dia juga tahu bagaimana mata Mas Diran berusaha menembusi celah roknya saat dia jongkok di tempat cucian. Dia juga tahu dan merasakan betapa Mas Diran pengin melihat bagian-bagian tubuhnya yang sangat rahasia.

Dan Larsih sangat menikmati bagaimana Mas Diran memuaskan matanya untuk menikmati pesona tubuhnya. Dia sangat senang saat melihat mata Mas Diran yang melotot seakan hendak menelanjangi dan melahap tubuhnya. Dan Larsih akan kesepian dan gelisah pada saat tak ada Mas Diran. Pada saat Mas Diran kena giliran jaga siang hari, hati Larsih menjadi kosong dan merasa sendirian.

Larsih menjadi malas berbuat apapun. Malas masak, malas nyuci, malas mandi dan malas lain-lainnya. Dia merasa kehilangan pengagumnya. Dan dia juga seakan kehilangan semangat hidupnya.

Begitulah hingga pada suatu pagi..
Lokasi di rumah kontrakan pagi ini nampak sunyi. Murni sudah berangkat kerja. Tono sudah berangkat kerja pula. Kebetulan Mak Sani juga sedang pergi nginap di tempat anaknya di Serang. Nampak Larsih dengan cuciannya yang menggunung, karena baru saat ini pengin nyuci sesudah 4 hari bermalas-malasan. Dia nampak sibuk dengan memilah-milah dan menggilas pakaian-pakaiannya. Pagi ini dia menunjukkan semangatnya kembali. Dia tahu mulai hari ini Mas Diran untuk selama satu minggu ke depan akan selalu berada di rumah pada siang hari. Dia kena tugas jaga di malam hari selama seminggu.

Sesudah satu minggu menunggu dalam sepi, hari ini Larsih sudah bertekad akan banyak nyuci atau masak yang membuatnya bisa mondar-mandir di tempat mandi dan cuci ini. Dia sudah rindu akan mata hausnya Mas Diran yang seakan menelanjangi dan hendak menelan tubuhnya itu. Dia sudah rindu akan pandangan penuh birahi Mas Diran yang bisa membakar semangat kerjanya pula. Dia merasakan betapa dari setiap pandangan mata Mas Diran pada bagian-bagian tubuhnya membuat dirinya sangat bangga dan tersanjung.

Pagi ini Larsih lebih dari sekedar nyuci. Pagi ini Larsih sengaja berdandan khusus untuk Mas Diran. Dia memakai baju atas yang memperlihatkan belahan dadanya lebih membelah, disamping lebih menunjukkan keindahan bahu dan ketiaknya. Baju atasnya itu hanyalah sepotong kain yang membungkus sebagian kecil dadanya dengan tali kecil yang nyangkut ke bahunya. Dengan baju macam itu Mas Diran akan lebih bisa menikmati keindahan tubuhnya, ketiaknya dan belahan dadanya.

Larsih juga mengenakan rok yang sangat pendek. Dia ingin menunjukkan betisnya yang ranum bak padi bunting serta membuat lebih banyak menampakkan bagian dengkul hingga naik ke sedikit pahanya. Pada saat jongkok, bukan tidak mungkin Mas Diran juga berkesempatan melihat secercah celana dalamnya. Jantung Larsih berdesir saat mengkhayalkan bagaimana nanti Mas Diran terpukau pada saat menyaksikan bagian-bagian tubuhnya yang sensual dan sangat rahasia ini.

Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Larsih sudah tak sabar menanti kehadiran Mas Diran. Mas Diran memang biasa bangun siang sesudah tugasnya yang hingga pagi hari itu. Biasanya dia baru keluar untuk mandi sekitar pukul 10 pagi.

Tetapi untuk pagi ini, mungkinkah dia keluar lebih awal..?

Hati Larsih melonjak girang sekaligus deg-degan saat mendengar gerendel pintu rumah Mas Diran dibuka. Dengan hanya bercelana kolor dan kalung handuk Mas Diran keluar dari rumahnya.

"Pagi, Dik Larsih. Sudah rajin nih, ya. Bagaimana kabarnya. Dik Larsih dan Mas Tono sehat?", sapa ramah Mas Diran.

Dengan muka berona kemerahan karena menahan desirnya jantung dan hati, Larsih menjawab, "Pagi Mas Diran. Baik. Baru bangun ya?!", sambil menebar senyuman dan matanya menatap tubuh Mas Diran.

"Iya, nih. Semalam benar-benar begadang karena ada satu teman yang absen. Saya mesti menggantikannya. Ss.. Saya kk.. Kehilangan giliran tidurnya, dd.. D.. Dik", kali ini jawabannya agak tersendat. Mas Diran menyaksikan betapa Larsih nampak sangat membangkitkan birahinya dengan pakaiannya yang banyak terbuka itu.

Sepertinya Larsih langsung tahu. Dia gembira hatinya karena tujuannya tercapai. Kemudian sambil pura-pura membetulkan ikatan rambutnya, Larsih mengangkat tangannya hingga ketiaknya yang mulus dan indah itu nampak terbuka lebar. Bak seorang penari yang sekaligus koreografer, dia juga menggerakkan bagian-bagian tubuh lainnya dengan harapan Mas Diran bisa menikmati keindahan leher lehernya, belahan dadanya dan juga bibir sensualnya.

Dia menyahut omongan Mas Diran dengan sedikit melempar umpan,

"Yaa.., khan ada Mbak Murni, Mas. Tentunya khan ada dong.. Sambutan di pagi hari.. ", sambil sedikit melepas senyuman dan lirikan matanya yang menggoda. Seperti gayung bersambut, Mas Diran merespon dengan penuh pemahaman dan dorongan untuk'jemput bola'. Dengan gaya 'lelaki yang penuh derita' dia menjawab,

"Ah.., nggak koq, dik. Setiap pagi saya datang, setiap pagi itu pula Murni siap berangkat. Jadinya yaa.. Selalu selisiban, begitu".
Mas Diran juga sempat mikir, kenapa kali ini Larsih ini kok demikian beda. Pakaiannya beda. Duh.., tuh lihat.., belahan dadanya.., dan ituu.., ketiaknyaa.. Huuhh.. Indah banget, sih.. Pasti wanginyaa.. Dia memang tahu, Dik Larsih ini seneng kalau diperhatikan. Apalagi kalau saat memperhatikan menampakkan pandangan kekagumannya. Tetapi kali ini..

Dan omongannya lebih berani. Bukankah omongannya tadi banyak mengandung godaan dan pancingan-pancingan? Adakah Larsih dilanda rasa sepi? Adakah Mas Tono, yang suami Dik Larsih kurang memberikan makanan batin? Mungkinkah Larsih ini kesepian dan sengaja menunggu sentuhan-sentuhan birahinya.., ah.., jangan terlalu jauh.. Kasihan Dik Tono, begitu pikir Mas Diran.

Tetapi tak perlu dipungkiri, penis Mas Diran ngaceng juga. Rasa sepi hati Larsih telah sedikit terobati. Dia sudah menyaksikan kembalinya sang pengagum dirinya. Persiapan yang sungguh-sungguh untuk disuguhkan kepada pengagumnya juga sudah dia lakukan. Dia sudah memakai baju yang paling menarik.

Dengan berpura-pura membetulkan ikatan rambutnya dia sudah menyuguhkan pesona ketiaknya, leher jenjangnya dan belahan dadanya pada Mas Diran dengan cara yang sangat atraktip dan mendebarkan hati. Dia juga sudah sudah membuka omongan dengan omongan yang tak biasanya. Omongan yang nyata-nyata bisa menjadi umpan pancingan. Omongan yang mengandung goda. Sebenarnya dia juga nggak tahu, kenapa omongan itu keluar begitu saja dari mulutnya?!

Bukankah omongan macam tadi bisa menimbulkan pertanyaan aneh dan menggoyahkan hati serta pikiran Mas Diran?! Ah.., Mas Diran nampak beranjak untuk mandi. Sepintas Larsih mengikuti dengan ekor matanya hingga Mas Diran masuk dan menutup kamar mandinya. Dia melihat betapa tubuh Mas Diran itu demikian kekar sehat. Dia melihat sepintas betapa dadanya penuh otot. Mas Diran bisa merawat tubuhnya. Tidak seperti dada Mas Tono yang kerempeng itu.

Larsih juga memperhatikan betapa dengan tubuh jangkungnya Mas Diran, ada kali sekitar 175 cm, sungguh membuatnya tampil sebagai lelaki yang jantan dan tegap. Dd.. Dan, seandainya kepalaku jatuh bersandar pada dada ituu.. Ahh.., jangan terlalu jauh.

Ada Mbak Murni.., jangann.., begitu lamunan Larsih yang langsung membuat wajahnya memerah. Begitulah, nampaknya hari ini telah tumbuh sebuah komunikasi yang beda antara Larsih dan Mas Diran. Komunikasi yang terasa bernuansa romantis walau yang tak ter-ucapkan dalam kata-kata vulgar. Komunikasi dua insan manusia yang selalu haus akan penyaluran naluriah syahwatnya.

Komunikasi yang membuat hati keduanya berdesir-desir. Komunikasi yang kemudian membuat dan menggelisahkan batin mereka berdua. Sejauh ini komunikasi itu memang masih bersifat 'cara mata memandang serta ucapan pameo' yang bisa mengandung banyak makna. Komunikasi itu memang masih diluar jangkauan akan makna 'hubungan'. Makna 'hubungan' yang bisa lebih konkrit mengarah dalam bentuk komunikasi fisik.

Tetapi komunikasi yang terjadi antara Larsih dan Mas Diran hari ini sudah memungkinkan berkembang ke arah 'bahaya', mengingat pada Larsih ada Tono dan pada Mas Diran ada Murni, pasangan-pasangan hidup mereka.

Bukan tidak mungkin mereka terseret ke komunikasi yang menyentuh hati. Dan lebih jauh lagi menjadi komunikasi yang menebar panggilan birahi, seperti serbak bunga pada kumbang. Atau nyanyian angsa jantan untuk menarik angsa betina. Atau aroma kemaluan serigala betina yang menebar hingga tercium serigala jantan. Dan akan lebih berbahaya lagi apabila komunikasi itu bergeser dan berubah menjadi 'hubungan' yang bersifat fisik.

Yang telah terjadi saat ini adalah, kalau tadinya antara mereka hanya saling curi pandang, kini baik Mas Diran maupun Larsih sudah berani langsung saling pandang. Saling melirikkan matanya, saling mengangkat alis sebagai pertanda pada hal-hal yang belum mungkin terucapkan. Saling menggoda dan menyindir pada hal-hal yang mengarah ke erotisme.

Tetapi bagaimanapun baik Larsih maupun Mas Diran masih memperhitungkan adanya tetangga yang tinggal di rumah petak yang lain di sekitarnya. Mereka sangat menjaga jangan sampai terlanjur mengundang perhatian tetangga mereka itu. Kalau hal itu terjadi akan berbahaya bagi kehidupan rumah tangga mereka dan akan sulit bagi mereka untuk bisa melangsungkan komunikasi selanjutnya.

Tetapi yang namanya panggilan syahwat dan birahi tak pernah putus akal. Dewa-dewa cinta yang sangat kreatip selalu mengirimkan berbagai akal bulusnya. Gagasan dan akal bulus para dewa cinta itu dengan gampang merasuki keduanya. Lihatlah..

"Dik Larsih, kemarin Mas Tono bawa koran Kompas, khan? Aku pinjam dong. Aku pengin baca berita Pemilu 2004, nih," terdengar suara Mas Diran dari balik dinding rumahnya yang penuh bolong itu.
"Ada, Mas. Aku antar ke depan rumah ya," jawab Larsih.
"Nggak usah. Lewat sini saja dik. Dari arah bangku Dik Larsih ini khan ada bolongan. Cukup untuk nyeploskan koran. Gulung saja dulu, dik," usul Mas Diran yang sangat unik, menggunakan bolongan dinding mereka untuk mengirimkan koran Kompasnya.

Dan sejak itu banyak dan beragamlah pemanfaatan lubang dinding dekat bangku Larsih itu. Dari kiriman sambel kecap untuk makan siang, pisang goreng, pinjam ballpen, pinjam buku dan sebagainya. Lubang yang letaknya kira-kira sepinggang di atas lantai itu terjadi karena triplek dinding yang telah keropos.

Semula sudah ditutup koran-koran yang ditempel dengan lem sagu. Tetapi ya, mudah lepas. Dilem lagi, lepas-lepas lagi. Dan akhirnya setengah dibiarkan. Lubang itu tidak tepat berbentuk bulatan. Dari atas turun memanjang hingga sekitar 12 cm dengan lebarnya yang 3 cm. Tetapi kalau diperlukan, lubang itu bisa direnggangkan sedikit sehingga bisa untuk nyeploskan botol kecap yang besar itu atau lainnya.

Pada saat lain lubang itu kembali menyempit sehingga tidak menarik perhatian siapapun termasuk Tono suami Larsih maupun Murni istri Mas Diran. Dengan lubang macam itulah akal bulus para dewa cinta bisa memanggil-manggil birahi dan syahwat manusia kapan saja. Dengan adanya lubang pada dinding itu komunikasi erotis antara Mas Diran dan Larsih berkembang dengan sangat pesat.

Dari waktu ke waktu panah dewa cinta dengan pasti menembus dan membutakan mata dan hati mereka.
Kata-kata yang saling ejek dan goda dengan seling tawa saling dilontarkan antara Larsih dan Mas Diran melewati dinding rumah mereka. Dan ucapan-ucapan mereka dengan cepat berkembang semakin bebas, semakin panas serta semakin vulgar. Kini nampak keduanya sedang ber-asyik masyuk dengan saling berbisik antar dinding.

Larsih secara khusus menarik bangku plastik untuk kemudian duduk mendekat ke dinding dan lubang itu. Demikan pula Mas Diran. Dia menarik kursi makannya untuk mendekati dinding dengan lubangnya itu pula.

"Gede donk, punya Mas Tono?," bisik Mas Diran melontarkan godaan 'hot'-nya.
"Ah, jangan mengejek lho. Dosa tuh. Memangnya seperti punya Mas Diran, bisa buat pentungan kalau lagi jaga malam?," balas Larsih disertai tawanya yang menderai tertahan.
"Ya, tapinya banyak loh yang pengin kena pentunganku," ganti Mas Diran yang ketawa.
"Ya, sudah. Sana cari yang suka pentungan Mas Diran!," ketus Larsih bernadakan cemburu.
"Eh, eh, eh.. Jangan marah.., ayolah say..," buru-buru Mas Diran membujuk Larsih.

Justru cemburu Larsih kian membara. Dia menganggap Mas Diran juga mengobral goda pada perempuan lain. Dia merasa seakan Mas Diran punya perempuan simpanan. Mukanya cemberut. Dia tidak menjawab bisikkan Mas Diran.

Sesudah beberapa kali berusaha memancing omongan Larsih, bisikkan Mas Diran tetap tak mendapatkan respon, Sekali lagi dewa cinta perlu ikut campur.

"Ya, sudaahh.., aku mau tidur sajaa..,"
"Eeii.. Tunggu. Kembalikan dulu koranku. N'tar dicari yang punya,"
Kemudian Larsih menuju lubang di dinding, "Mana?," permintaan ketusnya.
"Nih, ambil sendiri?," jawab Mas Diran dari balik dinding sambil menunjukkan koran di tangannya..
"Ceploskan saja!,"
"Nggak, ah, nanti robek. N'tar aku dimarahin Mas Tono, lagi!,"

Cemburunya yang masih membakar akhirnya kalah. Larsih takut nanti suaminya mencari korannya. Dan apa katanya kalau ternyata koran itu ada di tempat Mas Diran. Akhirnya dia mengasongkan tangan kanannya masuk ke lubang itu untuk mengambil korannya.

Melihat tangan yang indah dan lembut itu Mas Diran tak mampu menahan pesonanya. Saat itulah Mas Diran kontan meraih tangan Larsih. Larsih kaget dan serta merta berusaha menarik tangannya. Tetapi mana kuat melepaskan diri dari pegangan kokoh Mas Diran. Sambil meronta-rontakan tangannya dia berteriak-teriak dalam bisikkan,

"Lepaskan. Lepaskan. Aduh.. Lepaskaann..!,"

Tetapi Mas Diran justru lebih menggoda. Dengan memegang pada tangan kanannya, tangan kirinya mengelusi jari-jari Larsih. Elusan yang cepat berkembang menjadi urutan-urutan. Dan rontaan tangan Larsih itu pelan-pelan mereda. Cemburu Larsih padam. Dia menikmati elusan tangan Mas Diran. Sesaat hening. Yang terdengar nafas-nafas dua insan yang terpisah oleh dinding tripleks.

Tiba-tiba Larsih disergap perasaan merinding. Dia seakan jatuh dari ketinggian tetapi tak pernah menyentuh tanah. Dia merasakan ke-lengang-an yang nikmat pada saat jatuh itu. Ketinggian itu seakan tanpa batas. Elusan tangan Mas Diran pada tangannya telah menyentuh sanubari dan membangkitkan nikmat. Larsih seperti terlempar dan jatuh melayang ke awang-awang.

Akan halnya Mas Diran. Sebenarnya dia tidak sengaja dan merencanakan hadirnya tangan Larsih itu. Tetapi ketika dia menyaksikan tangan lembut nyeplos dari lubang dindingnya, refleksnyalah yang meraih tangan itu. Yaa, macam inilah hasil kerjanya dewa cinta..

Dan saat tangan lembut itu meronta, dia tak ingin melepaskannya lagi. Dia sungguh mengagumi kelembutan tangan itu. Itu bukan macam tangan Murni yang kasar. Dia langsung terdorong untuk mengelusi kelembutan tangan Larsih itu. Duh, punggung tangan inii.., betapa indahnya.. Duh, jari-jari inii.., betapa lentiikk..

Dan tiba-tiba hadir sebuah dorongan yang sangat kuat. Mas Diran mendekatkan tangan Larsih itu ke mukanya. Dia menciumi tangan itu. Dan kemudian lebih jauh lagi dengan menjilat dan mencaplok. Mas Diran mulai mengulum jari-jari Larsih yang lentik itu. Siirr.. Jantung Larsih terasa berdesir. Sebuah badai birahi mendera langsung ke sanubarinya. Larsih seperti tersengat listrik ribuan watt saat ujung-ujung jarinya merasakan adanya sentuhan lunak kehangatan.

Dia memastikan Mas Diran sedang mencium dan memasukkan jari-jari tangannya kemulutnya. Sengatan listrik itu merambati seluruh bagian tubuhnya. Larsih merasakan seakan hendak pingsan. Dia cepat berpegang pada dinding dan tanpa sadar dia merintih,

"Dduuhh.. Mas Diraann.., j.. Jj.. Jangaann.. ," tangannya kembali meronta kecil.

Kata 'jangan' yang keluar dari desah Larsih itu tanpa disertai upaya sungguh-sungguh untuk menarik lepas dari kuluman bibir Mas Diran. Lumatan Mas Diran pada jari-jari Larsih disertai dengan sedotan-sedotan. Dia isep-isep jari-jari itu dengan sepenuh perasaannya. Dia merasakan betapa lembut tangan Larsih di ujung bibirnya.

Dia juga menjilati telapak tangan Larsih yang terasa membasah karena keringat dinginnya. Larsih menggelinjang hebat. Dan tanpa sepenuhnya disadari tangan kiri Larsih mulai bergerak meraih kemudian merabai buah dadanya sendiri. Badai birahi itu telah membuat Larsih tenggelam dalam samudra nikmat.

Dia bergetar dan menggigil merasakan kuluman mulut Mas Diran pada jari-jarinya. Dia merasa nafsu birahinya seketika terdongkrak dan terpacu keluar. Buah dadanya terasa sangat menggatal sehingga tangan kirinya serta merta meremasinya. Jari-jarinya memijit-mijit pentil-pentilnya. Dia juga meracau..

"Mmaass.., Mass.., Maass.. Jangaann.. Ampun Maass.. ," ucapan yang penuh paradoks dari bibir mungil Larsih.

Kata '.. Jangaann.. ' itu semakin jauh dari makna sejatinya. Kata itu justru untuk mengukuhkan kuluman Mas Diran pada tangan dan jari jemarinya. Larsih semakin memperkeras pijitan pada pentil-pentilnya.

Mas Diran semakin terbakar mambara. Nafsunya yang tidak banyak tersalurkan pada istrinya kini pengin ditumpahkan pada Larsih. Tetapi apa mau dikata. Mereka berada di ruangan terpisah. Yang mereka bisa lakukan hanyalah berbisik atau seperti sekarang ini, merabai dan menciumi tangan Larsih.

Dan nampaknya Larsih telah menyerah dalam kendali Mas Diran. Dia tengah tenggelam dalam birahi syahwatnya. Mas Diran jadi kini pengin tahu, adakah Larsih juga merindukannya?

Adakah Larsih juga ingin menyalurkan dorongan birahinya?

Adakah Larsih akan memberikan respon balik sesudah tangan dan jari-jarinya kini dalam kulumannya?
Pelan-pelan dia kendorkan pegangannya pada tangan Larsih. Dia pengin tahu, apakah Larsih akan langsung menarik tangannya ke balik dindingnya.

Ternyata tidak.

Justru kupingnya menangkap desah lirih dari mulut Larsih yang mengesankan betapa haus perempuan yang istri tetangganya itu untuk dipuaskan syahwatnya. Justru jari-jari Larsih kini meruyak-ruyak dalam mulutnya. Sesaat Mas Diran tetap mengkulum dan menggerakkan lidahnya pada jari-jari indah itu sebelum akhirnya menarik lepas tangan itu dari mulutnya dan meraih tangan itu untuk mengembalikan ke balik dindingnya.

Larsih mengikuti apa yang menjadi kehendak Mas Diran. Tangan Mas Diran terus menggamit tangannya untuk dikembalikan nyeplos melalui lubang dinding itu. Tetapi ternyata tangan Mas Diran terus ikut nyeplos. Lubang itu melebar ditembusi oleh tangannya yang kekar. Tangan penuh otot yang coklat kehitaman, yang nampak banyak didera oleh kehidupan yang kasar dan keras itu kini berada di depannya.

Larsih berdesir terpana melihat tangan Mas Diran itu. Mau apa dia?

Tangan itu bergerak menggapai-gapai. Larsih memastikan Mas Diran ingin meraih dirinya. Dia memang tak akan bergerak dari tempat duduk bangku plastiknya. Dan tangan itu berhasil menyentuh pahanya yang hanya memakai rok pendek. Nampak dengan jari-jarinya yang kasar tangan itu merabai dan mengelusi pahanya.

Apa yang kini terlihat dan dirasakan Larsih sungguh suatu hal yang penuh sensasi. Selama ini tak pernah satu orang lelakipun yang pernah menyentuh tubuhnya apalagi pahanya macam yang Mas Diran lakukan dengan tangannya ini. Tetapi kini sebuah tangan lelaki yang berotot dan kasar itu datang nyeplos dari lubang dinding untuk mengelusi pahanya. Kembali jantungnya langsung berdesir. Dan kembali badai birahi menderanya. Kembali nuraninya serasa disengat listrik ribuan watt.

Darah Larsih yang tersirap membuat wajahnya serasa terbakar memerah. Matanya tak lagi mem-fokus ke arah manapun. Pelupuk matanya setengah tertutup. Larsih terbawa arus birahi yang sangat nikmat. Elusan-elusan yang sering juga diseling sedikit cakaran dari tangan Mas Diran mengaduk-aduk nuraninya dan membuahkan erang dan rintih nikmat yang penuh iba.

"Oohh.. Mmaass Diraann..," sambil tangannya seakan mau menahan gerak dan laju tangan Mas Diran.
"Maass.. Mass..".

Sementara itu tangan Mas Diran itu mulai menggeser sentuhannya menuju ke arah pangkal pahanya. Larsih membiarkan tangan itu bergerak kemana maunya. Dia seperti sedang melayang. Kenikmatan birahi ini membuatnya ngambang di atas bumi. Hingga terjadilah.

Tangan Mas Diran kini merabai bagian tubuh Larsih yang paling peka. Tangan Mas Diran mengelus-elus pangkal paha dan selangkangan Larsih itu. Tangan dan jari-jari Mas Diran meremas celana dalamnya untuk menggelitiki vagina Larsih. Larsih menggelinjang dengan hebat. Nafasnya tersengal. Tangan-tangannya mencari apapun untuk bisa dia pegang. Mulutnya merasa sangat haus.

Tangannya akhirnya memegang meremasi tangan Mas Diran. Larsih merintih dengan diikuti tubuhnya menggoyang-goyang maju mundur hendak menjemput rabaan tangan Mas Diran itu. Begitulah perempuan. Dia menikmati antara 'ya' dan 'jangan', untuk membiarkan semuanya berjalan tanpa kendalinya.

Jari-jari ituu.., aacchh, uucchh..

Jari-jari itu meretas tepian celana dalam. Jari-jari itu menyentuhi bibir vaginanya. Jari-jari itu berusaha merogoh vaginanya. Tangan Larsih mencekalnya lebih erat. Bukan untuk menghambatnya.
Tangan Larsih mencekal untuk mengkokohkan posisi tangan Mas Diran. Larsih ingin jari-jari Mas Diran mengorek-orek lebih jauh kemaluannya. Larsih sangat merasakan kegatalan pada vaginanya.

vagina Larsih telah basah oleh cairan birahinya. Larsih minta jari Mas Diran mengoboki lebih dalam lagi. Tetapi tangan itu tak akan berhenti di sana. Tangan Mas Diran masih mau menjerlajah. Tangan itu melepaskan vagina Larsih yang telah membasah. Tangan itu meninggalkan siksa kepada Larsih. Tangan dan jari-jarinya itu terus memanjati tubuh Larsih. Ke perutnya sesaat, kemudian meluncur ke buah dadanya yang memang telah setengah terbuka sejak awal tadi.

Kini kenikmatan yang beda kembali melanda Larsih. Tangan Mas Diran dengan liar meremasi buah dadanya. Jari-jarinya memelintir puting-puting susunya. Bagaimana mungkin menghentikan desah dan rintih dari mulutnya,

"Ammpuunn, Maass.. Maass.. Maass.. ', hanya itulah kata-kata yang berkali dan berulang disuarakan.

Tetapi Mas Diran belum juga menghentikan gerak panjat tangannya. Dia menjamah dan mengelusi leher Larsih sesaat kemudian meluncur ke atas lagi hingga jari-jarinya menyentuh sepasang bibir Larsih. Jar-jari itu bermain di celah bibir dan menyentuh gigi Larsih. Jari-jari itu seakan merangsek ke mulut Larsih.

Dan tanpa komando serta tanpa sadar sepenuhnya, Larsih membuka mulutnya dan langsung mencaplok kemudian mengulum jari-jari Mas Diran. Ini memang salah satu terminal birahi yang ingin dia rambah. Kini dia tahu dan percaya bahwa Larsih memang merindukannya dengan penuh dendam.

Mas Diran merangsang terjadinya respon Larsih untuk melumati jari-jarinya. Kini dia juga semakin tahu. Istri tetanganya ini memang perempuan yang sangat lapar dan haus. Mas Diran ingin menjawab lapar dan hausnya Larsih itu. Dia biarkan Larsih. Dia memberikan kesempatan Larsih untuk memuaskan dulu lumatannya atas jari-jarinya.

Larsih yang kini telah histeris. Jari-jari dan tangan Mas Diran telah dibuat kuyup oleh bibir, lidah dan ludahnya. Larsih dengan setengah membungku, juga melatakan lidahnya itu hingga ke lipatan lengan Mas Diran. Maunya sih lebih jauh lagi.

Tetapi dinding rumah kontrakan itulah yang mengatur semuanya. Larsih juga membawa tangan dan jari-jari itu kembali merabai leher dan buah dadanya. Larsih masih ingin buah dadanya berada dalam cengkeraman tangan kasar itu. Tetapi dari balik dinding, Mas Diran punya mau ada beda.

Pelan-pelan dia tuntun dan gamit kembali tangan Larsih untuk dibawa nyeplos kembali ke ruangannya. Disana telah ada yang menunggu jamahan tangan Larsih. Mas Diran telah menyiapkan kejutan bagi Larsih. Terus terang seluruh tubuh Mas Diran saat ini juga telah dikobarkan oleh nafsu syahwatnya. penisnya sudah ngaceng dan menyesakkan celananya. Bagaimana nih, jalan keluarnya?!

"Dik Larsih, Mas nggak tahaann, niihh..," rintih Mas Diran. Terdengar suaranya agak serak.
"Dik Larsih, Mas nggak tahaann.., niihh..,"
"Dik Larsiihh.., tolong Mas diikk..".

Rintihan Mas Diran itu semakin memacu nafsu birahi Larsih. Dia juga tidak tahu harus bagaimana. Pada Larsih dan Mas Diran ada batasan-batasan yang tak mungkin diterjangnya. Masing-masing tak mungkin saling mengundang atau saling bertandang. Apa kata tetangga nanti.

Tetapi Larsih sendiri juga semakin tertekan oleh kehendak syahwatnya. Larsih juga memerlukan penyaluran gejolak nafsu birahinya. Larsih juga telah ditelan badai syahwat yang menggelora. Dia diombang-ambingkan oleh prahara libidonya.

Pada vaginanya sudah dia rasakan ada cairan yang tak terbendung. Cairan birahinya telah membuat celana dalamnya basah kuyup. Sementara jari-jari tangan kirinya tak henti-hentinya memijat dan memilin-milin puting susunya sendiri.

Ternyata diam-diam Mas Diran telah mengeluarkan melepaskan celana kolornya. Dan kemaluannya yang gede panjang itu telah lepas keluar melalui tepian celana dalamnya yang nampak setengah kumal itu. Dan tak bisa dia tahan, tangan kanannya kini nampak meijat-mijat dan mengelusi kemaluannya itu. Tersirat 'precum'-nya yang bening meleleh dari lubang kencingnya.

"Dik Larsih, Mas nggak tahaann, niihh..," kembali rintihan Mas Diran mengiang di telinga Larsih. Kali ini Larsih nampak iba. Bagaimana dia menolong Mas Diran.
"Diikk, aku nggak tahaann..," sekali lagi rintih serak Mas Diran,

Syahwat birahi Larsih-lah yang kini menjawabnya dalam bisik,

"Gimana dong, mass.. Larsih mesti ngapaiin..? Gimanaa..?,"
"Dd.. Dik Larsih mm.. Mau b. Bantu Mass.., yaa..??,"
"Gimanaa..??," suara Larsih yang bernada desah dan rintih pula.

Itu bukan suara orang bertanya. Maksud ucapan itu adalah untuk mendorong tindakan Mas Diran. Terserah Mas Diran, mau kemana nikmat bersama ini akan dibawa.

Tiba-tiba Mas Diran menuntun tangan Larsih. Dari balik dinding ini Larsih tidak melihat apa yang telah terjadi pada Mas Diran. Dia tidak tahu kalau Mas Diran sudah melepasi celana kolornya. Dan Larsih juga tidak melihat kalau kemaluan Mas Diran sudah lepas keluar dari celana dalamnya.

Tangannya pasrah mengkuti tuntunan Mas Diran. Darahnya berdesir dan jantungnya memukul-mukul dadanya. Kemana tangannya akan dibawa? Larsih menunggu dalam harapan yang cemas.. Tiba-tiba dirasakannya Mas Diran kembali menciumi telapak tangannya. Ah, hanya itu.., demikian sesaat pikir Larsih sedikit menyiratkan kecewa.

Tetapi tunggu.., ternyata ciuman Mas Diran ini tak lama. Tangan itu kembali dituntunnya. Mas Diran juga merubah posisi pegangannya. Dia buka telapak dan jari-jari Larsih untuk kemudian dengan cepat digenggamkannya kembali. Pada saat itulah Larsih baru menyadari dan merasakannya.

Sebuah bulatan batang yang panjang dan hangat kini berada dalam genggamannya. Oohh, ini khan.. Kk.. K.. Kemaluan.. Mas Diran?! Larsih terpekik kecil.

Dia sangat kaget. Dia tidak menduga Mas Diran akan membawa tangannya untuk menggenggam kemaluannya. Tetapi ada yang lebih mengejutkan. Dan ini sama sekali tidak pernah dibayangkan Larsih sebelumnya. Kemaluan Mas Diran ini demikian kerasnya, hangatnya serta gede dan panjangnya. Larsih setengah tidak percaya akan apa yang sedang terjadi hingga Mas Diran membantu tangannya meremas-remasi batang penisnya itu.

"Ayyoo Dik Larsihh.. Bantuin Maass..," rintihan penuh iba Mas Diran sambil tangannya menekan-nekan genggaman tangan Larsih untuk meremas lebih keras kemaluannya.

Prahara birahi benar-benar telah membakar syahwat Larsih. Telah memporak porandakan statusnya selaku istri Tono. Menghancur leburkan naluri setia seorang perempuan pada suaminya. Juga telah membutakan segala akal sehatnya selaku Larsih yang masih istri Tono.

Dalam keadaan begini dia sama sekali tak ingat lagi akan suaminya. Tak ingat lagi akan batasan kewajiban dan larangan. Tak ingat lagi apa yang boleh dan tak boleh sebagai seorang istri. Larsih kini lebur dan larut dalam genggaman nafsu syahwatnya sendiri yang menggelegak tak terkendalikan lagi. Tubuhnya oleng kehilangan daya. Dengan tetap menggenggam kencang penis Mas Diran Larsih jatuh terduduk di lantai bertumpu pada kedua lututnya.

"Dik Larsih, tolong Diikk.., di peres-peres gitu, lohh.. Ayoo..," bisik Mas Diran yang tidak tahu keadaan Larsih sambil mencontohkan pada tangannya untuk meremasi penisnya.

Larsih yang masih dalam keadaan 'shock' itu belum mampu mencerna apa maunya Mas Diran. Walaupun dia tidak melepaskan genggamannya tetapi dia belum bisa mendengarkan bisikan dari balik dinding itu.

"Ayyoo, Dik Larsihh.., bantu mass.., ayo dipijit-pijit gituu.. Mas gatel banget, niihh..". Dan akhirnya memang Larsih tahu. Dan apa mau dikata, rasanya bagi Larsih tak ada yang harus dipilih.

Dia juga dilanda rasa gerah dan gatal pada bagian-bagian pekanya. Disamping situasi erotiknya yang semakin memanas, udara panas ruangannya juga ikut membuat keringatnya berkucuran dari seluruh tubuhnya.

Pakaiannya juga sudah setengah awut-awutan. BH-nya sudah terlepas hingga buah dadanya itu nampak telanjang. Rasa gatal pada pentilnya membuat Larsih menjadi sangat histeris. Dia tarik-tarik ujung pentil itu untuk dia sedoti. Tetapi betapa susahnya. Mulutnya tak bisa menjangkaunya.

Dan saat kupingnya mendengar suara penuh iba dari Mas Diran membuat Larsih menjadi semakin merana. Permintaan dalam rintihan dan desah berbisik itu benar-benar membuat Larsih larut dalam gelombang syahwat yang menenggelamkannya.

Yang melanda Larsih kini adalah sebuah 'sensasi syahwat birahi'. Bisa dikatakan sensasi karena Larsih belum pernah mengalami hal seperti yang sekarang sedang berlangsung ini.

Memang dia pernah meremas-remas. Tetapi meremasi kemaluan Tono suaminya berbeda banget dengan apa yang kini dalam genggamannya. Ditangannya kini ada batang gede, panjang dan hangat. Dia seakan sedang memegang lontong gede isi oncom yang baru keluar dari dandangnya.

Dan saat ngaceng seperti ini penis Mas Diran ini bukan main kerasnya. Batang itu mendenyut-denyutkan uratnya yang beraliran darah. Denyutnya terasa teratur seperti saat dia memegang urat nadinya. Sensasi syahwat birahi ini telah membuat Larsih merinding dan gemetar hebat.

Dia tak lagi kuasa untuk menolak nikmat macam ini. Dia mulai menggerakkan jari-jarinya. Dan mulailah tangan cantik dan lembutnya Larsih itu melumat-remasi kemaluan Mas Diran. Kini Larsih mulai merasakan betapa mantapnya menjamah dan menggenggam penis gede macam ini.
Dan akhirnya bukan hanya meremas dan memijit. Larsih juga mengelus dan mengurut-urut kemaluan Mas Diran dari ujung hingga ke pangkalnya. Larsih juga merabai betapa lebat jembut Mas Diran itu. Dia rasakan adanya rimba yang tebal pada pangkal kemaluan Mas Diran. Tangannya menarik dan jambaki gelimang rambut kemaluan itu.

Dia juga mengelusi dan memijit halus bijih pelir Mas Diran. Jari-jarinya merabai bijih itu dan saat datang geregetannya dia sedikit memjit sehingga Mas Diran berteriak kecil merasakan ngilunya.

Dia rabai kepala yang mirip topi baja tentara Nazi itu. Larsih bisa merasakan betapa licin dan mengkilatnya kepala penis Mas Diran yang sangat mengeras itu. Jari-jarinya seakan mengelusi pucuk terong ungu yang licin besar.

Kemudian jari-jari itu merabai seputar lingkar leher penis itu untuk kemudian bergerak lagi merabai kepala serta lubang kencing kemaluan Mas Diran itu. Jangan dikata nikmat yang dirasakan Mas Diran dari permainan jari-jar lentik dan rabaan tangan lembut Larsih ini.

"Duuhh.. Dikk, teerruuss.. Enak bangeett.. Dik Larsihh..".

Hati Larsih dirambati semacam perasaan tersanjung dan puas saat mengetahui Mas Diran menerima kenikmatan remasan tangannya. Mas Diran mulai maju mundur menggoyang-goyangkan pantatnya. Dia berharap Larsih mengocoki batangnya pula. Goyangan maju mundur pantat Mas Diran menandakan dia tak mampu menahan derita kenikmatan itu.

Mendengar rintihan yang keluar dari mulut Mas Diran, Larsih membayangkan.. Seandainya penis Mas Diran yang segede ini menembusi vaginanya, rintihan macam bagaimana yang akan keluar dari mulutnya itu. Dan.. Betapa nikmat pula yang akan diraih dan didapatkan Larsih.

Kembali vaginanya menggatal dan terus melelehkan cairan birahinya hingga celana dalamnya semakin kuyup. Permainan tangan Larsih itu memang bukan untuk menghilangkan kegatalan birahi kemaluan seorang lelaki. Lumatan, pijatan dan urutan tangan Larsih itu justru mendongkrak syahwat Mas Diran untuk lebih dipuaskan lagi.

Kenikmatan remasan tangan Larsih membuatnya serasa terbang ke awang-awang. Nikmat itu kini mulai mencari terminal transitnya. Nikmat itu harus ada saat terminalnya sebelum nyambung ke nikmat berikutnya. Mas Diran merasakan air maninya mendesak-desak untuk keluar dari saluran penisnya.

"Ach.. Ww.. Uuch.. Aacchh," terdengar ah uh Mas Diran merasakan desakan nikmatnya.

Air mani ini tentu akan sangat pekat karena telah lebih sebulan tak pernah tersalurkan. Murni istrinya tak pernah punya waktu untuk berasyik masyuk melepas kerinduan dengan Mas Diran. Dan kini ada Larsih perempuan 'hot' istri tetangganya yang dengan tangan lembutnya sedang mempermainkan saraf-saraf peka di sekujur batang tubuh penisnya yang gede panjang itu.

Dan lebih-lebih lagi mulut Larsih yang memperdengarkan desahan-desahan erotis itu yang semakin memacu syahwat birahinya,

"Enak ya maass.. Tangan Larsih?? Terus ya Maass?? Mas Diraann.. Larsih juga senaanng sekali bisa memuaskan Maass..".
"Enak, maass..?," tanya dalam desah Larsih berulang-ulang.

Tak pelak lagi pantat Mas Diran semakin tak terkendali maju mundurnya. Rasanya air maninya tak akan mampu ditahan lagi. Mas Diran kembali menghiba,

"Diikk Larsiihh.. Kencengin dong remasannyaa.. Cepetin.. Kocok-kocookk.. Yang cepeett..,"
"Ayyoo, Ddikk, Mas Diran mau keluarr, nniihh..".

Dengar ucapan terakhir Mas Diran, Larsih tanggap. Dan lebih dari itu memang Larsih telah sangat menunggunya. Dia ingin penis Mas Diran menyemprotkan pejuh-nya. Dia ingin tangannya kena semprotan air mani Mas Diran yang pasti sangat hangat itu. Larsih juga ingin menyaksikan betapa air mani Mas Diran akan tumpah sangat banyak dan kental.

Larsih ingin merabai air mani kental itu. Mungkin juga akan dia jadikan lulur untuk dadanya, bahkan untuk lulur wajahnya.. Mungkin juga Larsih akan menciuminya atau menjilati air mani itu.
Larsih nggak tahu kenapa dan bagaimana keinginan seperti itu tiba-tiba hadir dari dalam dirinya.
Keinginan seperti itu bahkan tak pernah muncul saat berhubungan badan dengan suaminya selama ini.

Larsih terlampau merasa jijik saat air mani Tono kesenggol tangannya sekalipun. Dan biasanya dia cepet-cepet cebok sesudah bersebadan dengan Tono. Dia ingin selekasnya terbebas dari cairan yang menjijikkannya dalam liang vaginanya.

Tetapi dengan Mas Diran ini, justru dia mendapatkan dorongan nafsu birahi yang beda. Rasanya Larsih Ingin melahap apapun yang keluar dari tubuh Mas Diran. Dipercepetnya kocokkan tangannya. penis Mas Diran terasa semakin menegang dan semakin keras dalam genggaman tangannya. Larsih merasakan pegal menggenggam penis segede itu.

"Yaa.., yaa.., teruss Dik Larsihh.. Enakk bangeett diikk.., Larsiihh, oohh Larsiihh, Larsiihh," Mas Diran menyongsong puncak nikmatnya sambil meracau memanggil manggil nama Larsih. Pantatnya semakin kuat dan cepat maju mundurnya.

Ah.. Akhirnya datanglah..,

Dengan meremasi tangan Larsih dan juga menahan agar tangan itu terus mijat-mijatnya Mas Diran menunggu air maninya tumpah,

"Ampuunn.. Dik Larsihh.. Ampuunn.. Dik Larsiihh, .. Enak banget Dik Larsihh..".

Diawali dengan meregang-regang sesaat penis Mas Diran menyemprotkan sperma dengan kerasnya.
Genggaman tangan Larsih merasakan sebuah kedutan yang sangat keras. Urat besar penis Mas Diran mengedut dan memompa keluar muncrat cairan putih kental. Air mani Mas Diran deras terpompa keluar. Mungkin ada sekitar 8 atau sembilan kedutan besar yang memompa dan memuncratkan cairan putih kental itu.

Tangan Larsih merasakan cairan hangat berlumuran pada sekujur lengannya. Telapak tangannya merasakan ada pelumas hangat kental yang memperlicin genggamannya. Air mani Mas Diran telah berlelehan pada tangan dan lengan Larsih.

Untuk sementara Mas Diran merasakan kelegaan yang sangat mendalam. Kehausan syahwatnya telah mendapatkan saluran keluar dengan muncratnya spermanya. Kini dia membiarkan saat tangan Larsih mengendorkan dan melepaskan remasan pada kemaluannya. Mungkin Larsih ingin menyaksikan sperma yang berlumuran di tangannya.

Dia menarik lengannya. Dia memang ingin melihat bagaimana air mani Mas Diran kini belepotan di tangannya. Dia juga ingin sekali hidungnya mendekat untuk mengendusi baunya. Dan saat tangannya keluar nyeplos dari lubang dinding itu Larsih langsung menyaksikan betapa air mani Mas Diran telah belepotan pada telapak, jari-jari dan lengan tangannya.

Mata Larsih melihat tangannya menjadi lebih indah dan sangat menggairahkan dengan sperma yang berserakan itu. Saat mendekatkan tangannya yang berlepot itu ke wajahnya, hidungnya menangkap bau yang khas. Bau air mani. Air mani yang keluar dari penis Mas Diran. Pelan dan dengan lembut, Larsih mengusap-usapkan tangannya ke wajahnya. Dia gunakan cairan kental yang keluar dari penis Mas Diran sebagai masker untuk mempercantik wajahnya.

Kemudian dia juga lulurkan sebagian lainnya ke leher dan kemudian dadanya. Dia pencet-pencet dan lumur buah dada dan puting susunya dengan air mani itu. Dia tak perlu malu pada Mas Diran. Karena dengan sedikit menjauh dan menepi ke dinding, Mas Diran tak akan bisa melihat apa yang dia lakukan.

Sebatas untuk melumuri bagian tubuhnya, Larsih telah memuaskan dirinya dengan air mani Mas Diran itu. Memang Larsih belum tega hatinya untuk menjilat sperma itu. Perasaan jijiknya masih menguasainya.

Hingga sore hari tak ada bisikkan antar dinding yang terdengar. Mas Diran tergolek lemas di ranjangnya. Dia langsung tertidur. Dan Larsih sibuk menunggu air mani yang dilulurkan di seantero tubuhnya mengering sendiri. Dia menikmati sensasi erotik dari cara itu.

Rasanya Larsih ingin membiarkan sperma kering itu tetap nempel pada tubuhnya sampai kapanpun.
Saat suaminya pulang, bekas-bekas lulur sperma Mas Diran di wajah dan lehernya telah ngelotok dan lepas. Tono tidak lagi melihat sesuatu yang aneh di wajah dan lehernya itu.

Sementara pada dadanya Larsih telah menutupinya dengan kaos oblong yang memang dipakai sehari-harinya. Dengan membiarkan kering dan ngelotok sendiri sperma Mas Diran yang dilulurkan ke tubuhnya Larsih mendapatkan semacam kepuasan erotis. Sesekali bau khas air mani itu masih menyirat pada hidungnya.

Malam itu, sebagaimana malam-malam yang lain Tono makan bersama istrinya. Secangkir kopi dan sepiring pisang goreng telah melengkapi kegiatan makan malam mereka. Sesekali tanpa sepengetahuan suaminya, Larsih melirik ke lubang nikmat di dinding itu. Hatinya berdesir saat mengingat betapa lewat lubang itu tangannya telah menggenggam dan meremasi penis Mas Diran yang gede, keras dan hangat milik Mas Diran.

Larsih masih terkesan saat penis Mas Diran berkedut dengan kerasnya yang kemudian disusul dengan muncratnya air mani yang berlepotan di tangannya. Sementara itu di rumah sebelah, Murni sedang sibuk merangkai bunga kering yang menjadi hobi utamanya. Setiap ada kesempatan dia mampir di toko depan tempat bekerjanya untuk membeli bahan-bahan bunga kering.

Secara sambilan dia juga menjual hasil karyanya kepada siapa yang berminat. Banyak teman-teman atau tetangganya yang membeli hasil karya Murni. Mas Diran, suaminya mendukung hobi istrinya yang juga terbukti bisa menghasilkan tambahan uang untuk dapurnya ini. Walaupun terkadang dia harus sedia berkorban.

Sering Murni lupa membuatkan kopi saat suaminya hendak berangkat kerja. Bahkan dalam pemenuhan konsumsi libido seksnya selaku suami istri, Murni juga kurang memberikan perhatian kepada Mas Diran. Tadi sore mereka nggak sempat ketemu lama karena begitu Murni pulang, Mas Diran sudah siap hendak tugas jaga malam.

Murni juga nggak terlampau perhatian pada dinding rumahnya yang bolong-bolong itu. Sesekali nampak suaminya menambal dengan kertas koran untuk kemudian disapu dengan cat dinding. Sebelum berangkat menuju tugas malamnya, Mas Diran memastikan bahwa lubang tempat masuk tangan Larsih saat meremasi penisnya tadi tidak menarik perhatian istrinya. Ah.. Indahnya lubang itu.

Masih terkenang betapa lewat lubang itu tangan lembut Larsih telah memberikan nikmat melalui remasan-remasannya. Dia ingin sepulang kerja besok bisa mengulangi kenikmatan itu. Dia akan memberikan kejutan bagi Larsih. Sore itu Mas Diran berangkat ketempat kerjanya dengan membawa penisnya yang ngaceng sepanjang jalan.

Sepanjang malam itu Larsih tak bisa nyenyak tidurnya. Dia masih menyimpan obsesi birahinya. Keasyikan ber-asyik masyuk dengan Mas Diran tadi siang belum memberikan akhir nikmat yang tuntas. Memang dia merasa cukup puas saat mendengar bagaimana Mas Diran mendesah dan merintih karena remasan serta lumatan-lumatan tangannya.

Dia juga sangat puas bisa melulur wajahnya, lehernya dan dadanya dengan air mani Mas Diran. Tetapi vaginanya sendiri yang sempat basah dan sangat gatal tadi belum menerima sentuhan apapun untuk menyalurkan syahwatnya.

Larsih nampak gelisah dalam tidurnya. Obsesi birahinya sempat terbawa dalam mimpi. Dia melihat Mas Diran sedang menyetubuhi istrinya Murni. Dia menyaksikan betapa Murni menjerit nikmat saat kemaluan Mas Diran yang gede panjang itu menusuki vaginanya.

Kemudian dilihatnya pula bagaimana Murni nungging dan Mas Diran memasukkan senjatanya dari arah belakang. Dia melihat bagaimana Murni mengaduh dan merintih merasakan hebatnya kenikmatan syahwat yang diraihnya. Belum lagi usai mimpinya Larsih terbangun. Udara rumah kontrakannya yang sempit itu serasa sangat panas. Dia perlu turun dari ranjang untuk minum untuk mengobati tenggorokannya yang kehausan.

Dilihatnya suaminya begitu lelap tidurnya. Mungkin karena bekerja seharian, Tono langsung tertidur begitu selesai makan malam tadi. Begitulah yang sering ditemui Larsih dalam kehidupan suami istrinya.

Hingga pagi hari, praktis Larsih tak bisa benar-benar memejamkan matanya. Ingatan akan peristiwa yang terjadi bersama Mas Diran kemarin siang benar-benar membuatnya menyimpan dendam syahwat yang memerlukan saluran keluar.

Betapa kemaluan Mas Diran itu demikian menggoda sanubarinya. penis yang demikian gede dan tegar itu pasti akan membuat setiap perempuan yang kehausan birahi siap bertekuk lutut kepada Mas Diran. Dan mimpinya tentang Murni istri Mas Diran yang nampak demikian nikmat menerima tusukkan penis suaminya!?

Mungkinkah dia meniru Murni seperti dalam mimpinya? Mungkinkah dia nungging di depan lubang itu dan Mas Diran mau menusukkan kemaluannya dari sebelah dinding yang lain? Cukup lebarkan lubang itu untuk kemaluan Mas Diran? Bisakah hal itu terjadi padanya?

"Ahh.. Bagaimana aku mesti menyampaikan keinginanku ini pada Mas Diran?," demikian pikir Larsih. Ah, bagaimana nanti sajalah.

Dari ranjangnya Larsih sempat mengamati lubang di dinding itu. Lubang yang telah memberikan nikmat siang hari tadi dan akan memberikan nikmat-nikmat yang lain pada siang hari nanti.
Sesudah menemani suaminya sarapan pagi dan kemudian melepaskannya untuk berangkat kerja Larsih kembali menyibukkan dirinya membereskan rumahnya. Saat menyapu di depan, dia sempat menyaksikan Murni istri Mas Diran berangkat kerja pula. Pada kesempatan itu Mas Diran yang melepas istrinya mengedipkan matanya. Itulah bahasa teguran di pagi hari yang langsung membuat hati Larsih berdesir.

Sesudah diperhitungkan cukup jauh Tono maupun Murni meninggalkan rumah masing-masing, mereka berdua, Larsih dan Mas Diran bergegas mendekat ke lubang kenikmatan kemarin itu.

"Dik Larsihh..," panggil Mas Diran dalam bisikkan dari sebelah dinding.
"Mas kangen banget niihh..," sambungnya.
"Mas nggak bisa tidur semalaman. Mas pengin menyentuh Dik Larsih seperti kemarin itu".
"Sama Mas, aku juga nggak bisa tidur.. Aku mimpi Mas Diran bermesraan dengan Mbak Murni, loh".
"Asyik banget. Sampai Mbak Murni jerit-jerit karena kenikmatan," cerita Larsih tentang mimpinya.
"Ah, masa sih. Tapi Dik Larsih nggak marah toh?," goda Mas Diran.
"Ya, nggak toh. Khan sama istrinya sendiri," begitu goda balik Larsih.

Tiba-tiba dilihatnya Mas Diran memberikan kejutan. Tangan kirinya berhasil menguak lebih lebar lubang dinding itu dengan cara melipat triplek itu ke samping hingga tangan kanannya kini lebih leluasa untuk bergerak. Lubang itu menganga kira-kira selebar ubin 20 X 20 cm.

Larsih jadi ingat kembali mimpinya. Tetapi..? Mungkinkah membuat lubang yang lebih leluasa lagi? Agar dia bisa nungging di depan lubang itu??

Tetapi dengan adanya lubang itu untuk sementara telah cukup membuat situasi dan hubungan menjadi lebih berkembang. Tanpa saling berkesepakatan Larsih dan Mas Diran langsung melongok ke lubang. Mereka bisa saling pandang. Dalam pandangan penuh kehausan kedua insan saling mengamati wajah lawannya.

Dalam saling pandang itu Larsih dan Mas Diran semakin saling mendekatkan wajahnya. Mata-ketemu mata dalam pancaran pandang yang sangat dalam. Mereka juga saling mengamati pipi, dagu, hidung dan bibir lawannya dengan penuh kehausan.

Mereka masing-masing ingin mendapat tetapi sekaligus juga memberi. Yang terjadi kemudian wajah-wajah itu saling mendekat. Mendekat. Mendekat. Hingga nafas masing-masing saling menghembus wajah lawannya. Hingga Larsih maupun Mas Diran bisa saling merasakan dan menangkap kehangatan wajah lainnya. Mereka saling menyentuh dan berciuman.

Ah.. Betapa kalau dua pasang bibir yang penuh dendam birahi berjumpa. Saling sedot dan lumat lidah untuk menghapus dahaga. Setiap bibirnya serasa ingin meneguk sebanyak-banyak ludah pasangannya.

Desah-desah yang dalam saling bersambut. Kecipak bibir yang terkadang lepas dari gigitan atau sedotannya sering nyaring terdengar. Kedua wajah haus itu saling memilin berputar sedikit untuk meraih posisi nikmat.

Mas Diranlah yang memulai melepas pagutan. Dia sedikit undur dari lubang nikmat itu. Dia susulkan tangan kanannya menerobos dinding. Mas Diran mengulang kenikmatan kemarin. Kembali meremasi buah dada Larsih.

Larsih sedikit merana karena lepasnya bibir Mas Diran tetapi dia tidak protes. Dia kini menyambut tangan Mas Diran pada susunya. Dia juga ingin kembali merasakan apa yang telah dia dapatkan kemarin. Dia ingin rasakan kembali remasan tangan tangan Mas Diran pada bagian-bagian peka pada tubuhnya. Dia bahkan menuntun tangan Mas Diran untuk menyentuhi puting susunya.

Uhh, jari-jari kasar inii.. Langsung memberikan nikmat dengan menyentuhku, demikian desah Larsih sambil matanya merem melek merasakan remasan jari-jari kasar Mas Diran pada kulit buah dadanya yang lembut dan mulus itu. Kemudian saat jari-jari itu memilin putingnya,

"Aduuhh.., maass.. Aku nggak tahan mass.. E.. Ee.. Nak bangett, maass.., amppuun..".

Mas Diran sangat menyenangi jeritan siksaan nikmat dari mulut Larsih itu. Pilinan pada putingnya semakin di putar-putar dan pelintir kecil. Terdengar nafas Larsih yang sangat memburu. Mas Diran tahu betapa nikmat yang kini melanda syahwat Larsih. Tangan Mas Diran juga merabai ketiaknya,

"Dik Larsih, Mas pengin menciumi ketiak Dik Larsih inii.., Mas pengin menjilati susu Dik Larsih..".
"Mas pengin menggigit-gigit pentil inii diikk.., Mas pengin melumat-lumat ketiakmu, Diikk..," demikian erang dan rintih Mas Diran yang berkesinambungan.

Larsih sangat tersanjung dan nikmat mendengar suara Mas Diran itu. Gelora nafsunya terbakar hebat. Rasa haus yang sangat tiba-tiba menyerang tenggorokkan Larsih,

"Aku haus, Maass.., akuu hauss.., Mas Diran..,"

Dia renggut tangan Mas Diran dari remasan susunya. Dia kembali mengulum jari-jari kasarnya itu dengan penuh nafsu. Larsih juga mulai menggigit penuh gereget pada batang-batang jari itu. Entah dalam bayangan erotis macam apa, batang-batang jari kasar milik Mas Diran itu ternyata memberikan saluran akan obsesi syahwatnya. Lidah dan ludah Larsih melumat dan membuat kuyup jari-jari itu.

Mas Diran merasakan betapa semakin histeris perempuan yang istri tetangganya ini. Sementara itu dia juga merasakan penisnya semakin menuntut untuk dipuaskan. Nalurinya melihat dan mengatakan bahwa Larsih bisa memberikan jalan menuju kepuasan itu.

Seperti mengalir begitu saja, tiba-tiba Mas Diran ingin bangun berdiri. Dia seakan tahu apa yang diinginkan Larsih. Dia tarik cepat tangannya dari mulut Larsih dan keluar dari lubang itu. Seperti rasa haus anak bayi yang belum tersembuhkan, tetapi botol minumannya telah direnggut dari mulutnya, begitulah perumpamaan bagi Larsih yang kembali kecewa saat tangan dan jari-jari Mas Diran di tarik dari kulumannya,

"Aacch, Maass.., Mass, toloong, Mas Diraann.., aku hauuss bangeett Maass..," Larsih merana seperti hendak menangis sambil mengasongkan wajah dan bibirnya ke arah lubang nikmat itu. Tidak lama, tiba-tiba tangis dan iba Larsih mendapatkan sentuhan. Jari-jari kasar Mas Diran kembali menyentuh hendak meruyak bibirnya. Bibir haus Larsih langsung mencaploknya. Tetapi kenapa jari-jari ini jadi cepat membengkak?

Dan, aahh.. Kok ada bau lelaki yang sangat kuat.., sepintas bau yang mengingatkan saat bersebadan dengan Tono suaminya..

Dengan sedikit heran Larsih mundur sesaat dari celah nikmat itu. Dia kaget saat mengetahui apa yang barusan dicaploknya. Sebuah batang dengan ujung berbentuk bongkahan licin mengkilat dan berwarna merah kecoklatan. Dan.. Larsih langsung tahu bahwa itu adalah kemaluan Mas Diran. Edaann..

Larsih tidak menduga kalau Mas Diran akan mengasongkan penisnya untuk dia kulum ke mulutnya. Tetapi itulah rupanya yang Mas Diran inginkan.

"Iseplah Dik Larsih.., aku pengin banget Dik Larsih mengisep inii.., ayyoo, dikk, Mas pengin merasakan mulut Dik Larsih..,"

Aah.. Bagaimana aku bisa menolak permintaan Mas Diran. Aku sendiri sangat kehausan untuk menyalurkan keinginan seksku, demikian suara batin Larsih. Dia mencoba mengamati batang dan kepala penis Mas Diran. Duh, bukan main.. Kemaluan lelaki itu sangat mempesonanya. Mata Larsih yang indah itu belum pernah menyaksikan kemaluan lelaki selain kecuali milik suaminya. Matanya belum pernah melihat penis segede dan setegar itu.

Kenapa kepalanya sebegitu mengkilat seakan menahan tekanan yang sangat kuat dari dalamnya..? Bukankah karena Mas Diran sangat mendendam birahi padanya??

Dan itu, lubang kencingnya yang besar menganga, nampak ada cairan bening yang meleleh keluar. Itukah yang namanya pelumas? Cairan yang hanya keluar saat birahinya terangsang??

Larsih masih terbengong saat Mas Diran kembali mengasong-asongkan kemaluannya dan minta agar Larsih mengulum dan mengisepnya,

"Ayyoo, Dik Larsih.., Mas pengin Dik Larsih menciumi dan menjilati inii.., ayoo, diikk..".

Bisik rintih dari balik dinding yang berulang-ulang diperdengarkan oleh Mas Diran. Merasa terdorong oleh rasa iba, tanpa sadar sepenuhnya tangan Larsih langsung meraih batang gede dan hangat itu untuk digenggamnya. Ah, bagi tangannya batang ini tak begitu asing. Bukankah kemarin siang Larsih telah mengurut-urut dan mengocokinya hingga cairan kentalnya tumpah.

Tetapi kini, oohh, .. Lihatlah, dengan matanya betapa Larsih bisa melihat urat-urat kasar melingkar-lingkar di sekujur batang itu. Dan lihatlah betapa kencang dan mengkilat kepalanya karena mendendam birahi.

Lihatlah betapa sangat mempesona dan menantang lubang kencing ini. Tak pelak lagi, Larsih menjadi histeris menyaksikan apa yang kini dalam genggamannya. Dengan histeris pula, sambil setengah menutup matanya mukanya kedepan dan mengusapkan ujung kemaluan Mas Diran itu ke wajahnya.

Ujung kemaluan yang melelehkan lendir pelumas itu diusapkannya ke pipinya. Sepintas hidungnya juga mengendus untuk menangkap aroma kemaluan Mas Diran itu. Ooohh, .. Sedap sekali.

Ahh, Mas Dirann.. Biarlah aku memuaskan kehendak syahwatmu. Biarlah aku ciumi dan kulum kemaluanmu yang mempesonakan ini. Biarlah aku jilat dan bikin kuyup dengan ludahku batang yang tegar dan panas ini. Sinilah, biar kuisep-isep dengan sepenuh nikmat birahiku..

Dan.. Genjotlah maju mundur penismu ke dalam mulutku. Goyangkan pantatmu, Mas Diran. Begitulah racau batin Larsih yang mengalir berkesinambungan. Larsih semakin lupa diri. Sambil jari dan tangannya memilin-milin dan memijit batang kemaluan itu, mulutnya yang kini terisi penuh oleh ujung penis yang gede dan berkilatan itu nampak bergerak memompa. Larsih melakukannya dengan merem melek.

Kemudian ganti, lidahnya bergerak menjilat dari pangkal batangnya hingg ujung lubang kencing kemudian dengan bibirnya yang mengecup-ecup. Dia merasa seperti terbang ke awang nikmat yang tak bertara. Larsih menemukan dambaan dan obsesinya. Larsih larut dalam prahara nafsu seksualnya.

Jangan tanyakan bagaimana Mas Diran dilanda gamang syahwat dari celah dinding rumah kontrakannya yang disebabkan isepan mulut mungil Larsih itu. Jangan tanyakan bagaimana Mas Diran langsung terlempar ke pucuk-pucuk kepuasan libidonya. Jangan tanyakan betapa Mas Diran merasa mendapatkan jawaban atas keresahan dan impian erotisnya pada Larsih selama ini.

Dan walaupun ada dinding pembatas, tetapi kini Larsih impiannya itu ada di depannya. Larsih, istri tetangganya yang meresahkan syahwatnya selama ini sedang meciumi, menjilati dan mengulum penisnya. Dan itu tak seberapa lama..

Kenikmatan tak bertara itu langsung mendongkrak nafsu birahi Larsih dan Mas Diran. Larsih yang menjadi sangat histeris menjilat, mencium, mencaplok, mengulum dengan penuh gereget kemaluan Mas Diran. Dan sebaliknya Mas Diran yang mendapatkan limpahan histeris birahi Larsih hingga syahwatnya menjadi terpacu. Kandungan spermanya terangsang untuk cepat menyemprotkan air maninya keluar.

Saraf-saraf peka di seputar selangkangan Mas Diran berinteraksi dan tak mampu bertahan. Urat-urat yang menyalurkan sperma dari kandangnya mulai berdenyut memompa keluar. Mas Diran merasakan air maninya mau muncrat. Pada Larsih dia teriak dalam bisiikan,

"Dik Larsih.., a.. Ak.. Kku.. Mm.. Mauu.. Keluaarr.., niihh. Booleehh..".
"Ayyoo, Mass.., inilah yang kutunggu..," demikian suara batin Larsih.
"Bantuin Dik. Tolong sambil dikocok-kocok.., tolong Dik Larsihh..".

Kemudian serta merta Larsih meningkatkan rangsangannya pada kemaluan Mas Diran. Tangannya mengocok dan menguruti batangnya sambil ditusuk-tusukkannya ujung ludahnya pada lubang kencing kemaluan itu. Kemudian disapunya kepala yang mengkilat itu dengan lidahnya hingga menyentuh seputaran lehernya.

Tak mungkin lagi dipertahankan. Mas Diran merasakan seluruh saraf-saraf di seputar kemaluannya mulai meregang untuk menjemput muncratnya air mani. Tangannya kini memerlukan ada yang dipegang. Tetapi tak ada pada dindingnya yang bisa diraih oleh tangan Mas Diran. Akhirnya dialihkannya pegangan pada sandaran kursi di dekatnya. Tangannya memerlukan sandaran itu untuk menahan getaran kenikmatan yang semakin datang menderanya. Tak mungkin lagi..

"Aacchh.., Dik Larssihh.. Dik Larsihh.. Keluaarr..," teriakan penuh nikmat dari mulut Mas Diran.

Larsih merasakan seperti kemarin. Bedanya, kalau kemarin tangan kanannyalah yang merasakan kedutan besar penis ini, kini rongga mulutnyalah yang menanggung kedutan itu. Beda yang lain adalah, kalau kemarin sperma Mas Diran tumpah terserak ke segala arah, termasuk melumuri tangannya, maka kini sebagian besar kedutan-kedutan itu untuk memompa air mani yang akan muncrat dalam rongga mulut Larsih. Dan selebihnya yang dibiarkan lepas jatuh ke lengan dan tangannya, Larsih ingin kembali melulur wajah dan tubuhnya dengan air mani itu. Untuk awet muda, katanya.
Mas Diran langsung rubuh terpuruk. Spermanya yang nyemprot keluar demikian banyaknya. Tenaga Mas Diran tersedot habis. Kini dia terbaring telanjang di ranjangnya sambil menariki satu-satu nafas panjangnya.

Dia tidak pernah menyangka bahwa Larsih istri tetangganya itu akan minum atau makan spermanya. Selama ini dengan Murni sekalipun, Mas Diran tak pernah mau menyuruh menjilati kemaluannya. Apalagi menampung sperma di mulut macam Larsih ini.

Tetapi Larsih ini memang terlampau 'panas'. Dia bukan sebagaimana perempuan biasa lainnya. Larsih ini termasuk perempuan luar biasa. Benar juga kata orang, perempuan yang tampilannya macam Larsih ini akan sangat kuat dan liar saat bermain di ranjang. Perempuan yang tidak mudah dipuaskan.

Larsih masih menyibukkan dengan lulurnya. Air mani Mas Diran telah meratai leher dan dadanya. Dia heran kenapa bisa melayani lelaki macam Mas Diran. Apapun yang Mas Diran mau dengan rela dia memberikannya. Yang masih tetap heran, kenapa akhirnya dia tanpa merasa jijik bisa minum sperma Mas Diran. Ternyata rasa sperma itu tak beda dengan telor putih ayam kampung yang sering dia dan suaminya minum sehabis mereka melakukan kewajiban suami istrinya.

Ahh.. Aku jadi pengin minum lebih banyak, begitu pikir Larsih.

Pada malam harinya kembali sebagaimana biasanya, Larsih menemani suaminya Tono saat makan malam.
Secangkir kopi, kesukaan suaminya dan sepiring kacang rebus menyertai mereka bercengkerama di depan tevisi-nya. Larsih menyandarkan kepalanya pada bahu Tono. Nampak seakan tak ada hal yang serius dalam kehidupan mereka, khususnya sepanjang hari itu.

Tono tidak melihat hal-hal yang aneh di rumah tangganya. Larsih mencoba mengamati lubang yang kini bisa terkuak lebih lebar itu. Tak ada hal yang mengkhawatirkan. Sesaat hatinya berdesir ketika ingat apa yang telah berlangsung melalui lubang itu di siang hari tadi.

Pada pagi hari esoknya, hal-hal rutin kembali berjalan. Larsih mengantarkan hingga ke pintu depan saat melepas suaminya berangkat kerja. Demikian pula Mas Diran, melepas Murni sambil menutup pagar halamannya.

Ketika mereka perhitungkan Tono maupun Murni sudah cukup jauh dari rumah, kembali mereka bergegas menuju ke lubang dinding. Dialog yang menembus dinding antara Larsih dan Mas Diranpun dimulai.

"Dik Larsiihh.., Mas kangen banget nihh..,"
"Mana pipi indahmu?? Mana bibir indahmu??," rayuan Mas Diran mengalir.

Dengan hanya bercelana pendek 'hot pant', Larsih mendekat ke dinding.Mereka kembali saling pandang melalui lubang itu kemudian berpagutan. Bermenit-menit mereka saling gigit, sedot dan jilat. Mereka saling minum ludah lawannya. Segala gaya dan cara sebatas kemungkinan yang bisa dilakukan melalui lubang itu, mereka lakukan.

"Mass.., lubangnya bisa lebih gede lagi, nggak, siihh..,"
"Aku pengin lebih lebar lagi. Jadinya kita bisa puaass.. Banget," rajuk Larsih pada Mas Diran.

Mas Diran tahu, itu adalah isyarat hausnya syahwat Larsih. Mas Diran tahu, dengan lubang yang lebih lebar hubungan antar kelamin bisa dilakukan lebih maksimal. Dia juga menginginkan hal yang sama. Mas Diran mencoba mengamati dinding itu.

"Sana Dik Larsih bikin kopi dulu buat Mas, nanti aku cari akal supaya lubang ini lebih leluasa tanpa kelihatan oleh orang," Mas Diran sudah terbiasa menyuruh Larsih. Entah yang bikin kopi, atau nggoreng nasi, atau bikin sambel kecap dan sebagainya.

Kemudian dia mencari peralatan di kotak raknya. Dia patahkan lembaran dinding itu lebih ke kanan, tanpa membuatnya lepas dari ikatannya. Dia tempelkan sedikit kertas dengan lemnya sehingga bisa berfungsi seperti engsel pintu. Dia tunjukkan pada Larsih patahan itu dan kemudian membuka lubangnya. Wwoo.., ini mah macam pintu saja, demikian surprise yang dirasakan oleh Larsih.

Sebuah lubang dinding selebar kurang lebih berukuran lebar 40 cm dan tinggi 30 cm dengan mudah dibuka maupun ditutup tanpa kelihatan menyolok oleh siapapun. Tetapi mereka sepakat, setiap sore akan menutup dengan tempelan koran untuk menghilangkan jejak sama sekali. Memang jadi sedikit repot, tetapi biarlah, yang penting aman.

Mereka langsung mencoba perdana lubang itu. Kini kepala Larsih atau kepala Mas Diran bisa nyeplos ke kamar sebelahnya. Mereka tertawa senang. Kini Mas Diran bisa melihat betapa Larsih sangat seksi dengan 'hot pant'nya.

"Sini, Dik.. Aku mau sun ini, ya..," dia raih pinggul Larsih untuk didekatkan ke depannya. Kemudian wajahnya berusaha melekat ke selangkangan istri tetangganya itu.

Larsih tertawa tertahan karena kegelian. Dia menggelinjang. Tetapi Mas Diran tidak berhenti disitu. Kini tangannya bisa meraih dan melepasi kancing-kancing 'hot pant' Larsih. Dan ditariknya turun 'hot pant' itu hingga tinggal celana dalamnya saja yang tinggal. Mas Diran langsung kembali melekatkan wajahnya ke celana dalam itu. Dia mencoba mengendusi vagina Larsih.

Hidungnya menangkap semburat bau kencing pada vagina itu yang membuat birahinya langsung bangkit. Larsih sangat tersanjung. Bibir dan dagu Mas Diran yang menyentuhi pangkal pahanya membuat nafsu birahinya terdongkrak. Dia meremas kepala Mas Diran sambil mendesah berat,

"Duuhh.. Mmaass.. Maass..".

Mas Diran belum puas juga. Ditariknya hingga celana dalam itu hingga lepas dari tempatnya.
Kini nampak vagina Larsih yang diselimuti bulu-bulu lembut itu. Kembali diraihnya pinggul Larsih. Dan dibenamkannya wajahnya ke selangkangannya. Kini lidahnya menjulur untuk menjilat-jilat.

Larsih merasakan jilatan Mas Diran pada kemaluannya. Dia tidak pernah membayangkan Mas Diran mau dan rela menjilati vaginanya yang tentu bau pesing itu. Sekali lagi dia sangat tersanjung. Suaminya, Tono tak pernah mau melakukan itu.

Rasa nikmat saat lidah menyentuhi bibir vaginanya membuat nafsu birahi Larsih langsung membara di pagi hari itu. Dia ingin Mas Diran mau menjilat untuk lebih merangsangnnya lagi. Dia tarik kursi plastik di sampingnya. Dia angkat satu kakinya ke atas kursi itu. Selangkangan Larsih langsung terbuka dan memudahkan Mas Diran lebih merasuk ke dalamnya.

Kenikmatan yang melanda membuat tangan Larsih langsung kembali meremasi kepala dan rambut Mas Diran. Dia mendesah sambil menggoyang pantatnya, mendorong-dorong menjemput jilatan dan sedotan bibir Mas Diran.

Mas Diran merasakan betapa legit vagina Larsih. Mungkin Tono jarang menikmati vagina istrinya ini. Urat-urat bibir vagina itu masih sangat kencang. Dan saat terlanda birahi vagina ini menunjukkan betapa kerasnya remasan dinding vaginanya. Walaupun cairan birahinya terus mengalir, ternyata lidah Mas Diran tak mampu menembusinya. Penis Mas Diran ngaceng. Dia membayangkan betapa nikmatnya kalau kemaluannya bias menembusi vagina istri tetangganya ini.

Mas Diran mulai melakukan ancang-ancang. Dia ingin Larsih benar-benar menggelinjang hingga pada akhirnya dia minta agar Mas Diran memasukkan kemaluannya ke liang vaginanya. Tangan Mas Diran mulai menyertai bibirnya mengolah saraf-saraf peka pada vagina itu.

Dengan lidahnya lebih memusatkan jilatan pada kelentit atau klitoris Larsih, jari-jari tangannya yang kukuh mulai melakukan penetrasi pada lubang vagina Larsih. Jari-jari yang gede dan kasar itu sangat menggelitik saraf-saraf dinding vagina yang memang telah lama menantinya. Larsih merasakan betapa dinding-dinding lubang vaginanya mencengkeram erat-erat jari-jari Mas Diran. Duuhh.. Rasaya aku nggak tahan banget, niihh.., begitu desah pelan Larsih. Saat jari-jari itu mengocok-ocok kemaluannya Larsih berteriak histeris,

"Mas Diran, Mas Diran, Mas Diran.. Ampuunn.. Larsih nggak bias tahaann.. Aammppuunn..".

Merasa upayanya nampak berhasil Mas Diran semakin mempercepat kocokkan sekaligus membuat variasi dengan juga mengaduk putar jari-jarinya hingga seluruh dinding kemaluan Larsih tersedak jari-jari kasarnya itu.

Tak ada ampun lagi. Larsih cepat melakukan perubahan posisi. Dia tarik lepaskan jari Mas Diran dan kemudian dengan kedua tangannya dia menggeret meja makan untuk dipepetkan ke lubang dinding itu,

"Mas Diran, aku pengin banget merasakan yang lebih gede.. Aku pengin penis Mas Diran menusuki vaginaku. Ayyoo, maass..," Larsih tak mampu memilih kata-kata lagi. Keinginannya dia lontarkan secara vulgar kepada Mas Diran sambil dia naik dan kemudian telentang ke meja makan itu.

Dia mengangkat kedua kakinya sambil menghadapkan vagina dan pantatnya tepat pada arah lubang dinding itu. Dia melipat kakinya hingga pahanya menyentuh dada. Dari balik lubang dinding, kini Mas Diran menyaksikan citra 3 dimensi melalui lubang ukuran 40 cm X 30 cm. Citra 3 dimensi itu adalah vagina Larsih yang muncul dengan mulus dan sangat menantang sanubari dan birahinya. Vagina itu nampak basah. Tetapi walau basah rupanya tak mampu untuk menutupi hausnya tusukkan penisnya. Vagina Larsih yang tampak macam ini sangat membakar syahwat Mas Diran. Dan inilah puncak dari usahanya.

Larsih yang istri tetangganya itu kini telah benar-benar menyerahkan kekayaannya yang paling rahasia. Larsih kini benar-benar menyerahkan kehormatannya padanya. Larsih telah menyerahkan vaginanya untuk memuaskan penisnya. Dengan penuh pengendalian tempo dan perasaannya, Mas Diran mendekatkan bibirnya.

Dia ingin Larsih benar-benar tersiksa oleh prahara syahwatnya. Dia ingin istri tetangganya itu benar-benar memohon agar penisnya menembusi gua garbanya. Menembusi liang vaginanya dan menggaruk-garuk dinding-dindingnya.

Mas Diran melumati kemaluan Larsih. Dia mencium dan menjilat kemaluan yang menantangnya itu, seperti saat dia sedang mencium dan melumati bibirnya. Bibir vaginanya dia rasakan seperti bibirnya. Klitorisnya menjadi lidahnya. Dan cairan birahi yang mengalir deras itu dia anggap ludahnya. Dia lahap semua dengan penuh kerakusannya.

Larsih histeris. Mas Diranlah yang membuat Larsih histeris. Larsih tak berdaya. Tangannya tak bisa menjadi sarana untuk melampiaskan kegatalan nikmat yang kini bak puting beliung melemparkan dan menenggelamkan dirinya ke dalam lautan nikmat yang tak bertara. Tangannya menggapai angin mencari sesuatu yang bisa diremas-remas atau di cabik-cabik. Yang akhirnya dia bisa raih adalah buah dadanya sendiri.

Larsih dengan sepenuh emosi syahwatnya nampak seakan-akan hendak merobek atau mencabik-cabik susunya. Seakan-akan dia ingi mencopoti puting-putingnya. Kegatalan yang luar biasa itu membuat dia kelabakan dan memohon dalam tangisannya,

"Ampunn, Mass.., ampuunn.., ayoolahh Mass.. Cepat masukiinn.., ampunn..".

Tangisan itu belum juga menyentuh hati Mas Diran. Tetapi keindahan sensual yang memancarkan nafsu syahwat luar biasa dari vagina Larsih ini sangat sayang untuk dilewatkan. Bibir dan lidahnya masih menikmati pancaran sensual itu.

Bahkan lidahnya kini berusaha menembusi lubang sempit vagina Larsih. Lubang yang menebar aroma vagina dari seorang perempuan yang istri tetangganya itu. Tangisan Larsih justru menambah semangat birahinya untuk melanjutkan jilatan dan sedotannya.

Tangan Mas Diran kembali melakukan rangsangan. Kalau tadi jari-jarinya menusuki lubang vagina, kini jari-jari itu mulai merambah lubang anus Larsih. Dia memang belum menusukkan ke anus itu. Tetapi elusan-elusan kulit kasarnya mengakibatkan Larsih tak lagi mampu mengendalikan desahannya. Dia tak lagi membisik. Desahan yang keluar dari mulutnya bukan tak mungkin terdengar dari ruang Mak Sani. Untungnya sampai saat ini Mak Sani belum pulang dari rumah anaknya.

Penis Mas Diran benar-benar telah menegang dalam ukurannya yang maksimal. Pada saat birahinya ada di puncak tertinggi macam sekarang ini, penis itu tegak kaku mengarah naik sekitar 60% mencuat ke atas. Batangnya bergeligir penuh dengan otot yang memompa darahnya. Otot itu melingkar-lingkat sejak dari batas leher hingga ke pangkal kemaluannya.

Kepala penisnya berkilat-kilat seakan hendak meledak menahan desakan birahi dari dalamnya. Lubang kencingnya yang sangat menantang untuk jilatan lidah para perempuan terus menerus mengalirkan cairan birahi yang siap untuk melumasi vagina Larsih yang telah siap ditembusinya.

Dibawah batangnya bijih pelirnya nampak menggelantung, dengan bungkus kulitnya yang membulat dengan penuh kerur-kerut bak bundaran bijih salak muda yang baru dipetik. Siapapun yang melihatnya pasti tergoda untuk memainkan kuluman bibir atau jilatan lidah pada bijih pelir Mas Diran itu.

"Amppuunn, Mass.., Larsih bisa jantungan Maass.., masukin Maass.. Aku rindu penismu Mas Diran.., mana penismu.. Mana penismuu..??," Larsih sudah semakin tak mampu lagi menahan kata-kata vulgarnya. Dia benar-benar telah berada di ambang kritis yang harus diatasi oleh Mas Diran.

Dan Mas Diran kini memahami. Dia juga puas mendengar ucapan Larsih terakhir itu. Mas Diran menikmati betapa Larsihlah yang minta agar kemaluannya merasuki gua garba penuh kenikmatan yang dimiliki istri tetangganya itu.

Larsihlah yang memohon agar penisnya menusuk vaginanya.
Kini Mas Diran bergerak pasti. Bibir dan lidahnya meninggalkan sedot dan jilatannya. Dia bangun dan mengatur posisinya. Dia sedikit bergeser ke depan sambil mengarahkan penisnya yang ngaceng kaku itu ke lubang kemaluan Larsih. Dia tuntun ujung penisnya yang berkilatan itu untuk menyentuh vagina Larsih yang sudah demikian haus menunggunya.

Bibir vagina itu nampak menegang dan juga memancarkan sedikit kilatan yang disebabkan dorongan darahnya yang menekan ke arah permukaannya. Saat kepala itu menyentuhnya, Larsih terlonjak. Dia tahu situasi di balik dinding itu telah berubah. Dia tahu Mas Diran telah siap menusuki lubang vaginanya. Dia tahu bahwa sebentar lagi kenikmatan yang tak terkirakan akan melandanya.

Dia tahu dan telah siap apabila Mas Diran akan menonjok-nonjokkan kemaluannya pada bibir vaginanya untuk bisa mulus menembusinya. Dan itulah yang terjadi. Kepala penis Mas Diran terasa mulai menekan. Bibir vagina atau gerbang vaginanya yang sudah demikian menanti seakan kini menjual mahal. Bibir itu tidak demikian saja mengijinkan penis Mas Diran masuk. Bibir itu seakan merapatkan barisan untuk menahan serbuan penis.

Bibir itu merapat dan membuat lubang vagina menyempit. Itulah kenikmatan luar biasa yang mengawali penetrasi seorang Mas Diran ke vagina Lastri istri tetangganya yang binal ini. Berkali-kali tonjokkan penis itu dilakukan. Berkali-kali serbuan penis dilancarkan hingga akhirnya mulai terkuak. Lubang vagina Larsih mulai memberi kesempatan dan melepas sedikit demi sedikit cengkeramannya. Gerbang vagina memberikan ruang hingga kepala penis Mas Diran melesak masuk hingga batas lehernya.

Bagi Mas Diran hal ini sudah sangat cukup. Upaya berikutnya tak terlampau sulit. Dikocok-kocokkannya kepala penisnya pada ruang sempit itu hingga cairan birahi Larsih tak lagi terbendung. Kocokkan-kocokkan itu menghasilkan dinding pertahanan vagina jadi sangat licin. Dan kondisi licin macam itulah yang membuat vagina Larsih benar-benar tak mampu menahan desakan penis Mas Diran.

Dari balik dinding Larsih seperti kemasukan setan. Tangan-tangannya yang terus membetoti susunya dan menarik-nark serta memilin puting-putingnya kini disertai kepalanya yang terus bergoyang kekanan dan kekiri. Goyangan kepalanya itu demikian histeris hingga rambut-rambutnya awut-awutan terlempar sana-sini.

Tonjokkan penis Mas Diran telah membuat Larsih sama sekali kehilangan kontrol diri. Dia tak mampu lagi membendung banjirnya cairan pelumas pada bibir vaginanya. Dia kini merasakan betapa senti demi senti batang kemaluan Mas Diran menembus gerbang vaginanya.

Dia kini merasakan betapa dinding-dinding vaginanya mulai mencengkeram dan menghambat setiap senti batang penis Mas Diran untuk bergerak maju menembus lubangnya. Larsih merasakan betapa cengkeraman dinding vaginanya itu membuahkan nikmat syahwat yang tak terhingga. Saraf-saraf peka yang menebar di seluruh permukaan dinding itu melakukan interaktif dan menjemput nikmat dengan remasan-remasannya.

Mas Diran yang merasakan cengkeraman vagina Larsih terkadang justru melambatkan atau menghentikan sama sekali dorongan penisnya untuk menembus lebih ke dalam. Dia ingin menikmati betapa cengkeraman itu menjadi empotan yang meremas.

Saat saraf-saraf itu berusaha menahan, terjadilah pegangan erat pada batangnya. Tetapi itu hanya sesaat. Berikutnya pegangan itu pasti kendor dan melemah sebelum kembali memegang erat. Siklus itulah yang membuat rasa empot-empot pada batang penis Mas Diran.

Tetapi semua itu hanyalah sebuah 'awal' atau 'pembukaan'. Penis Mas Diran akan terus bergerak maju. Dan vagina Larsih akan terus menghisap masuk bak rahang ular piton yang menelan mangsanya dan tak mungkin melepaskannya. Pantat Larsih menggoyang untuk menjemput dan melahap 'mangsa'-nya itu.

Pantat Larsih juga menggoyang untuk mengurangi derita nikmat yang melandanya. Pantat itu menggoyang seirama dengan gerak laju penis Mas Diran yang terus bergerak menembus vaginanya. Dan apabila 'pembukaan' itu telah lewat, maka yang dirasakan Larsih kini adalah sebuah benda panas dan sangat kenyal memenuhi rongga vaginanya. Tak ada celah kosong sejak gerbang hingga mentok ke dinding rahimnya. Batang itu dengan sesak menembusi lorong penuh nikmat milik Larsih.

Sesak itu terjadi karena ada dua arah penyebabnya, yanitu batang kemaluan Mas Diran yang sangat gede dan dinding vagina Larsih yang mencengkeram, menyempit dan menjepit. Tetapi anehnya tak ada satupun yang merasa dirugikan. Mas Diran dan Larsih justru menemukan nikmat dari apa yang kini sedang berlangsung itu.

Kini kembali Mas Diran membuat kemaluannya diam tanpa gerak dalam kepadatan ruang vagina Larsih. Ujung penisnya merasakan dinding batas. Itulah dinding rahim Larsih. Kemudian vagina Larsih itu dengan cepat mengempot-empot meremasi batang penisnya. Larsih kembali lagi mengoyang-goyang pantatnya. Dia dilanda rasa gatal yang sangat. Dia ingin penis Mas Diran mulai menarik dan mendorong. Dia ingin merasakan pompaannya kemaluan gede dan panjang milik Mas Diran itu. Dia ingin merasakan gosokan atau gesekan batang penis dengan dinding-dinding lubang vaginanya.
Dan terjadilah. Mas Diran mulai pelan menarik. Hanya setengahnya. Kemudian kembali mendorong hingga mentok ke dinding rahim.

Kemudian diulanginya route itu berkali-kali. Setiap kali Mas Diran menambah kecepatan. Dan pada setiap tusukkan maupun tarikan desah dan rintih Larsih menyertai dengan penuh iba derita nikmat.
Dan saat penis Mas Diran mulai memompa dengan ritmis dan tempo yang semakin sering, kedua orang itu saling memperdengarkan desahan dan nafas-nafasnya yang memburu.

Dan saat pompaan semakin sering dan cepat yang mengakibatkan meja makan Larsih berderit-derit, serta dinding penuh syahwat pembatas kamar mereka berderak-derak, mulut Larsih dan Mas Diran memperdengarkan suara konser desah dan rintih penuh irama. Jangan tanya lagi tentang racauan. Semua kata-kata vulgar tumpah berserakan mengalir dari kedua mulut yang asyik masyuk itu.

Pada ghalibnya semua yang ada 'pembukaan' memang harus diikuti dengan 'akhiran'. Dan siapa atau apapun saat menyongsong titik 'akhiran' itu selalu berusaha menumpahkan semua beban-beban agar pada 'pemberhentian' nanti bisa berlangsung lunak, menyeluruh dan tuntas.

Saat Mas Diran merasakan betapa air maninya tak mungkin bisa terbendung, dan kini tengah merambati saraf-saraf disekitar kemaluannya untuk muncrat, dia menengadahkan wajahnya ke langit-langit. Dia memusatkan seluruh dirinya untuk menyambut muncratnya spermanya. Dia merasakan betapa nikmat dan legitnya vagina Larsih yang kini sedang dalam pompaannya.

LarsiHPun menghadapi kenyataan yang sama. Kerinduan berbulan-bulan yang ditanggungnya, kemudian pula limpahan birahi tak tertahankan selama hari-hari terakhir ini menggiring dirinya untuk menapaki orgasme yang memang jarang dia dapatkan. Dia merasakan sebuah sensasi erotik yang luar biasa saat penis Mas Diran merasuki ruang sempit lubang vaginanya.

Dia merasakan betapa dinding-dindingnya yang penuh saraf peka begitu mencengkeram untuk merasai betapa penis itu memberikan nikmat tak bertara pada dirinya. Dia kini merasakan tonjokkan yang semakin cepat dari kemaluan Mas Diran. Dia merasakan bahwa Mas Diran sedang mendekati muncratnya air maninya ke haribaan kemaluannya.

Dia merasakan betapa desahan Mas Diran tak lagi mampu menahan puncratan itu. Bak kuda betina yang sangat binal dan liar Larsih berusaha menggantikan atau mempercepat pompaan Mas Diran. Meja makannya terdengar berderit-derit menahan gerakan Larsih yang menerima dorongan Mas Diran maupun karena goyang yang dia buat.

Larsih ingin air mani Mas Diran nyemprot di dalam vaginanya. Larsih merindukan sperma yang panas melaburi dinding vaginanya. Larsih menginginkan Mas Diran melampiaskan dendam birahinya dalam sekapan lubang vaginanya dan menyirami dinding rahimnya. Mas Diran merasakan saat puncak itu tak jauh lagi. Dia merasakan betapa air maninya mengaliri dan merambati otot-ototnya menuju pintu akhir untuk tumpah. Ahch, aacch.., akhirnya..

Tangan-tangan Mas Diran menggapai dinding-dinding datar itu. Dia cakar-cakar tambelan koran-koran yang berkelupasan. Dia remasi serpihannya. Air mani Mas Diran muncrat tak terbendung.
Penisnya berkedutan memompa keluar cairan kentalnya. Dia berteriak tertahan. penisnya lebih dia benamkan dengan menekannya kuat-kuat ke dinding rahim Larsih.

Sementara Larsih menerima apa yang berlangsung dengan tampilan lebih histeris. Orgasmenya sendiri ternyata hadir membarengi semprotan air mani Mas Diran. Kedutan penis Mas Diran dalam kemaluannya disambut dengan semprotan hangat cairan birahinya. Betotan tangannya pada buah dadanya mengencang seakan hendak mencopot susunya dari tempatnya.

Bibirnya menggigit bibirnya sendiri hingga terluka dan mengalirkan darah kecil. Pantatnya berputar-putar seakan ingin menelan seluruh kemaluan gede Mas Diran itu. Cairan birahi Larsih terus bertumpahan. Dia mengalami apa yang sering orang sebut sebagai 'orgasme beruntun'. Setiap tusukkan kemaluan Mas Diran disertai pula dengan muncratnya cairan birahi Larsih. Setiap kedutan pompa sperma Mas Diran dia timpali dengan erang dan rintih nikmat orgasmenya. Mungkin Mas Diran menyemprotkan 6 atau 7 kali air maninya. Dan sebanyak itu pula Larsih mengalami orgsame beruntunnya.

Dan..

Mereka langsung jatuh tersungkur begitu segalanya usai. Tubuh Larsih merosot lunglai kelantainya. Mas Diran telentang di lantainya pula. Keduanya hanya memperdengarkan nafas-nafas berat dan panjangnya sambil keringatnya yang mengucur deras untuk menyalurkan kelelahan yang tak terhingga. Nampak lubang di dinding itu menggapai-gapai kena angin dari jendela. Serpihan kertasnya yang hampir lepas melambai.

Lubang, jendela dan serpihan kertas rumah kontrakan itu menjadi saksi betapa Mas Diran dan Larsih telah bersama-sama merengkuh nikmat syahwat yang paling nikmat sepanjang pengalaman mereka.

Larsih masih merasakan apa yang baru saja usai. Penis Mas Diran yang demikian sesak masih meninggalkan pedih. Tetapi bukannya sesal. Dia masih ingin bangkit untuk kembali merasakan kenikmatan luar biasa itu. Kenikmatan syahwat yang belum pernah dia alami sebelumnya itu.

Mas Diran tergolek. Dia belum bisa sama sekali melepaskan ingatan nikmat yang barusan dia alami. Masih terasakan pada batang kemaluannya, betapa vagina Larsih memijit-mijit dan mencengkeram demikian hebatnya hingga spermanya penuh tumpah pada lubang nikmat itu. Mas Diran ingin bangkit lagi untuk merasai kembali kenikmatan tak bertara itu.

Beberapa saat kemudian..

Larsih mengajak Mas Diran makan. Dia telah menyimpan makanan untuk makan siang berdua. Larsih telah memasak untuk suaminya yang bisa disimpan beberapa hari. Melalui lubang itu Mas Diran bersama Larsih saling bersuapan. Terkadang Larsih mengigit sepotong makanan untuk disuapkan ke gigitan Mas Diran.

Mereka juga melaksanakan makan siang bersama dari lubang syahwat yang sama. Hari itu mereka mengulangi kenikmatan-kenikmatan yang pernah diraihnya. Mereka melakukan berbagai macam jalan nikmat yang pernah meraka lakukan melalui lubang dinding itu. Mas Diran sempat memuncratkan air maninya hingga 4 kali sampai dekat ke jam 5 sore hari itu. Sementara Larsih sudah tahu bagaimana mendapatkan 'orgasme beruntun'.

Entah berapa kali pula orgasme beruntun datang menerpa dan berhasil diraihnya. Sesudahnya, sesuai kesepakatan sebelumnya mereka menambal lubang dinding dengan kertas koran yang ada.
Larsih mengembalikan letak meja makan sebagaimana sebelumnya. Meja makan dimana sebentar lagi dia akan makan malam bersama Tono suaminya.

Demikianlah kisah ini. Selama Mas Diran kebagian gilir jaga malam, selama beberapa hari ini hingga genap satu minggu, menghabiskan waktu siangnya untuk berasyik masyuk bersama Larsih istri tetangganya.

Hal itu kemudian berulang pula pada setiap 2 minggu berikutnya. Lubang kenikmatan itu mereka rawat dengan baik hingga tak seorangpun, baik itu Tono suami Larsih maupun Murni istri Mas Diran mencurigainya. Keadaan itu terhenti saat ada peristiwa baru. Peristiwa yang menunjukkan betapa bumi dan kehidupan di atasnya terus berputar.

Karena prestasi kerjanya Tono ditunjuk menjadi kepala cabang kantor angkutannya di Sampang, Madura. Dalam tempo 1 minggu keluarga Tono dan Larsih sudah menempati rumah baru di Sampang. Sebuah rumah batu, lengkap dengan perabotan, kamar mandi sendiri dan kendaraan kijang bekerja. Pada saat liburan pasangan Tono dan Larsih sering berekreasi meninjau kota-kota atau tempat-tempat bersejarah yang banyak tersebar di pulau Madura.

Dengan cepat Larsih menyesuaikan keadaan. Dia kini menjadi lebih matang. Dia mulai tahu bahwa kenikmatan bisa diraih dalam berbagai cara. Bahkan dia sering menuntun Tono menapaki kepuasan ranjang pengantin mereka.

Setahun setelah tinggal di Madura, pasangan Tono dan Larsih dikaruniai anak perempuan yang secantik ibunya. Tono ingin anaknya nanti bisa meneruskan sekolah bapaknya hingga mencapai sarjana.

Akan halnya Mas Diran. Dia kini diangkat menjadi pegawai administrasi dan koordinator keamanan gudang tempat dia bekerja. Mas Diran tidak perlu lagi kerja malam. Dari kantornya Mas Diran diberi kesempatan untuk mendapatkan rumah yang layak dengan kredit lunak dari bank.

Sejak itu Mas Diran dan Murni selalu bisa menonton TV bersama, makan malam bersama dan berlibur bersama dalam suasana keluarga yang lengkap, utuh dan penuh kegembiraan.

Akhirnya Murni hamil. Seorang bayi lelaki yang kuat dan tampan telah lahir untuk pasangan Mas Diran dan Murni. Mas Diran tidak ingin mewarisi tugas bapanya yang hanya Satpam itu. Dia ingin anaknya nanti bisa jadi Caleg dari partai favoritnya.


LARA: